Part 3 # "Siapakah dia?"
Aku menarik
selimutku. Mencoba mencari posisi tidur yang nyaman. Menutup mata serapat
mungkin dan menghanyutkan pikiran ke dalam mimpi-mimpi indah. Sungguh, malam
yang begitu tenang.
Saatnya tidur….
-----
5 menit berlalu…
“Aaaaagh….sial.”
Aku terduduk. Ku lirik jam cantik mungil yang tergeletak disisi ranjang. Waktu
masih menunjukkan pukul nol nol lewat lima belas menit.
“Oh mataa, tolong tidur dongg?” aku mengusap-usap
mataku. Membaringkan tubuhku kembali dan membungkam wajahku dengan kedua
telapak tangan. Kutarik nafas sedalam mungkin dan membuangnya berlahan. Namun
tetap saja, pikiranku tak mau menuruti keinginanku.
Aaah…menyebalkan. Kenapa dia mengirim message
begituan? Akunya kan jadi kesal. Mau mencoba membuatku penasaraan ya?…heh!. Ga bakalan
bisa…
“Haaaa.
Hiks,hiks.” Aku berguling-guling tak tentu arah.
“Gak! Gak mungkin
itu bang Dzikry! Bang Dzikry bukan tipe orang seperti itu! Ini pasti kerjaan
orang yang gak jelas.” Ungkapku kesal.
Aku membungkam
wajahku dengan bantal. Pikiranku kacau. Aku tidak bisa berfikir jernih. Harga
diriku serasa terinjak-injak. Karena apa? karena sebelumnya aku merupakan cewek
psikolog terpopuler di sekolahku. Maksudnya dikalangan anak kelas X. Aku
dikenal sebagai cewek psikolog yang selalu
bisa memecahkan masalah teman-temanku. Walaupun masih berstatus siswa baru, selama
satu semester ini, Teman-temanku yang mengalami masalah hidup, asmara, bahkan hal
yang misteri, mereka selalu meminta solusi dariku. Karena itulah aku dikenal
sebagai cewek psikolog. Bukannya aku gede rasa. Tapi begitulah kenyataannya. Entah
mungkin karena kecerdasan interpersonalku yang terlalu bagus atau hanya karena
aku tipe cewek yang rasa penasarannya kelewat batas hingga aku selalu berusaha
menggali informasi tentang mereka. Entahlah. Yang jelas saat ini gelar
psikologku telah tersakiti. Bukan karena aku tidak bisa membaca situasi ini.
Tapi, bagaimanapun juga aku kan manusia, yang juga tidak bisa membaca pikiran
mereka hanya dengan melihat dan mengenal sepintas saja. Apalagi hanya membaca
pesan rese ini, yang tiba-tiba saja seenak jidatnya mengirimkan message -tanda
bahaya- gak jelas begitu. Benar-benar menyebalkan. Benar-benar membuat aku mati
penasaran.
Eh? Jangan mati juga dong.
Hhum… Aku
menyibak selimutku. Beranjak menuju meja belajar. Tanpa menghidupkan lampu kamar
akupun duduk dikursi belajar .
Tak lama aku meraih
handponeku. Membuka tombol Key. Dan sekali lagi, ku lihat message itu.
08194747xxx
“Jangan lewat gang P.Pkom.
Disitu bahaya.”
“Aaaaaaah…benar-benar
rese! Apa maksudnya dia mengirim ini? Emang situ kenal gue? Bikin Es teller saja…”
---
“Kreek..”
Deg.
Tiba-tiba terdengar
suara pintu yang terbuka berlahan-lahan.
“Astaga…”. Aku
terhenyak. Dan jantungku nyaris copot. Berlahan aku menoleh ke sumber suara.
Siapa itu? Batinku.
Aku membungkam
mulut ku dengan kedua tangan. Akupun beranjak dari kursi, berusaha tak
menimbulkan suara dan menocba meraih kontak lampu.
Pintu terbuka semakin lebar. Tampak bayangan
seseorang yang berusaha masuk ke kamarku. Tubuhku mulai merinding. Tanganku pun
ikut bergetar. Gawat. Aku berusaha meraih kontak lampu secepat
mungkin. Dan..
Tik.
“Mama?”
“Kenapa belum tidur, sayang?” mama muncul
dari balik pintu.
“Aaaaahh...mama.” Aku membuang nafas lega. Badanku
yang awalnya tegang kini mulai melemas. “Mama bikin aku jantungan ma. Aku pikir
tadi maling.” Aku mengusap dadaku.
“Waduh, mama kog dibilang maling?” tanya
mama bingung.
“Iya habisnya mama buka pintunya gak
bilang-bilang.”
“Ada-ada aja kamu.” Mama tersenyum.
“Habisnya dari tadi mama dengar kamu ngomong-ngomong sendiri. Makanya mama ke sini.”
Ups. Aku memalingkan wajah. Hadeh..Gue
gak nyadar. Ngomel-ngomel sendiri ditengah malam begini. Aku ngelus-elus jidatku.
“Kenapa Ra?” tanya mama heran.
“Aaah…hehe. Gakpapa ma..itu..” Aku pun
meraih lengan mama, dan memperlihatkan senyuman manisku . “Aku gak bisa tidur
ma.”
Mama hanya menggeleng-geleng kepala “Kalau
gak bisa tidur, jangan bikin mama gak bisa tidur juga dong sayang. Mama kan
jadi khawatir, anak mama tengah malam begini ngomong sendiri.” Mama mengelus
rambutku.
“Iya ma. Maaf deh.” Aku pun memeluk mama dan
mengecup pipinya.
“Ya udah. Tidur gih. Besok kamu bakalan
milih sampah loh disekolah?”
“Yaaaah, mama!.” Aku berpura-pura kesal.
Mama hanya tersenyum.
“Ya sudah. Cepet tidur. Mama juga mau
tidur.” Mama mencium keningku. Dan beranjak menuju pintu kamar.
“Daah mama, sampai ketemu di mimpi indah.”
Aku melambaikan tanganku.
“Dadaa..” mama pun membalas lambaianku dan
menutup kembali pintu kamarku.
“Hmm….mama tau aja kalo aku bakalan
terlambat ke sekolah. Hehe..” Aku pun berbaring dan menarik selimutku.
Have a nice
dream.
***
Di koridor
sekolah…
Lantunan musik
opick terdengar begitu lembut. Hingga menentramkan jiwa. Membuat siswa – siswi SMA Solsel yang sudah hadir
disekolah pagi itu terlihat begitu bersemangat menjalankan akitvitasnya.
Sekolah ini memang luar biasa. Setiap pagi sebelum jam pertama di mulai,
lantunan nasyid ataupun lagu-lagu kebangsaan Indonesia dipagi hari mulai
berdendang ria di alun-alun speaker tiap sudut koridor sekolah. Akupun juga
turut bahagia pagi ini. Entah apa yang merasuki jiwaku. Yang jelas…
“Haahhgg..” Aku
meregangkan otot-ototku yang sepertinya masih terlalu kaku untuk memulai
aktivitas. Yah, memang masih terlalu kaku. Nyatanya, ini pertama kalinya aku
berangkat ke sekolah di awal waktu. “Woowless…benar-benar fresh gila.” Aku tak
henti-hentinya mengayunkan tanganku. Hatiku sungguh bahagia saat ini. Tak
menyangka akan datang ke sekolah sepagi ini. “Wow! Bahkan diri gue sendiri gak
nyangka bakalan datang sepagi ini.” Aku menebarkan senyuman manisku diseluruh
penjuru sekolah. Hehe
“Ternyata enak
juga ya ke sekolah lebih awal.” ungkapku tersenyum. Akupun melangkah dengan
senang hati sambil menyapa setiap siswa yang berada di sekolah pagi itu. Sepertinya
perkataan papa memang benar. Pergi ke sekolah di awal waktu mempunyai banyak
manfaat. Pikiran lebih fresh, jiwa
lebih semangat untuk beraktivitas, dan tentunya adrenalin untuk belajar lebih
kuat. Papa memang the best. Sesibuk apapun dengan pekerjaan tetap saja ada
waktu untuk menyampaikan satu nasehat yang mujahir alias mujarab. Mungkin bagi
sebagian siswa, ini merupakan aktivitas yang biasa saja dan sangat monoton.
Tapi bagiku, sungguh luar biasa. Wow..
Tak jauh di
depanku, tampak sosok siswi mengenakan jaket biru yang membawa sekotak bekal
berjalan mendayu-dayu bak putri bangsawan yang nyasar dibalik istana kerajaan.
Sosok seperti itu sangat aku kenali dengan baik. Akupun mengejarnya.
“Haai, sayaang…”
akupun memeluknya dengan lembut.
“Astaga!” Dina
terhenyak. Berlahan, Ia pun merilik ke arahku.
“Waah! Gue pikir
orang gila mana pagi-pagi udah meluk-meluk gue. Ternyata orang waras yang gak mustahil
datang sepagi ini.” Ia berusaha melepaskan pelukkanku.
“Hhhmm...iya deh
ratu pagi. Yang datang ke sekolahnya setelah subuh.” Akupun melepaskan
pelukkanku.
“Tapi aku serius
loh Ra. Tumben kamu datang sepagi i….” dina menghentikan pembicaraannya.
Wajahnya berkerut. Ia menatapku lekat. “Tunggu. Kamu beneran…?” Perlahan ia
memperhatikanku dengan was-was, kemudian menjitak keningku.
“Hadduuh.”
Sialan si Dina.
“Gila..bahkan sohib
gue sendiri ga percaya gue ke sekolah sepagi ini?” Akupun balik menjitak
keningnya.
“Aww. Sakit.”
“Denger ya Dinaku
sayang. Tadi subuh, kebetulan aku bertemu malaikat yang membangunkanku dari
tidurku.
“Sok puitis lo..”
“Dengerin duluu
neneeng..” Aku melanjutkan perkataanku.
”Kemudian akupun
bergegas shalat, mandi, dan bersiap-siap berangkat ke sekolah. Ketika aku
melirik jam tanganku, aku syok karena jam tanganku masih menunjukkan pukul 06.10
wib. Yaah, mau gak mau aku harus ke sekolah juga kan. Kebetulan Papa Mama mau
berangkat ke luar kota. Akhirnya aku nebeng deh bareng mereka. Dan sampailah
aku disini.” Akupun membentangkan kedua tanganku.
“Waaah…plok..plok..”
Dina menepuk kedua tangannya. “Suatu kebanggaan yah kamu bisa hadir ke sekolah pagi
ini. Perlu diabadikan nih moment langka begini.” Ia pun mengeluarkan
handponenya.
Tanpa sadar
akupun tertular sindrom princes Ala si Dina. Akupun membungkukkan badan dan
melambaikan tangan. “Terima kasih, terima kasih.” Aku tersenyum sumringah.
“Kalau tau gini,
besok-besok gue bakalan berangkat pagi-pagi. Hehe…”
“Eh Ra…”
tiba-tiba Dina memegang bahuku.
“Apa?”
“Lihat siapa yang
datang.” Dina menoleh ke belakang. Aku pun ikut menoleh.
Tepat diseberang
lapangan sekolah, tampak bang Vicky sedang memarkirkan Ninja birunya di parkiran
motor. Siswa-siswi yang lalu lalang di depannya tak henti-hentinya menyapanya
dengan ramah. Ia pun membalas sapaan mereka dengan ramah. Hmm..Benar-benar
flower boy. Bg Vicky memang keren banget. Tidak hanya sebagai Wakil Ketua Osis,
sikapnya yang manis dan ceria pada semua orang
membuat siswi-siswi di sekolah ini ingin mengenalnya lebih dekat. Dan
tanpa sadar, akupun senyum-senyum sendiri.
“Ra…” dina
menyikutku.
“Hm?”
“ Kog
senyum-senyum gak waras gitu?”
“Apa?” Aku tetap
memperhatikan bg Vicky tanpa
menghiraukan Dina.
“Woi, yang lo
liat siapa sih?” tanya dina bingung.
“Ya jelas bg
vicky lah din. Siapa lagi?” Aku mengalihkan pandanganku pada dina. “Mentang-
mentang punya abang ker...”
“Bukan bego.”
Dina memotong pembicaraanku. “Yang gue maksud itu yang di sana. Kayaknya dia
lagi merhatiin kita deh.” Dina menujuk ke arah ruang osis.
“Yang mana?” aku
berusaha memperhatikan sesuatu yang Dina Maksud.
“Siapa sih din?”
“Itu..” Dina
menunjuk tepat ke ruang osis.
Disana, tampak
seorang lelaki yang tengah menyandar di dinding ruang osis mengenakan jaket
berwarna hitam dongker. Sambil menyilangkan kedua tangannya dan matanya serasa menatapku.
“Astaga…” Reflek
saja aku membalikkan badan.
Deg.
Dzikry?
Aku memegang
lengan Dina.
Apa benar dia Dzikry?
“Lo kenapa Ra?” tanya dina bingung.
“Itu…itu Dzikry
kan?” tanya ku gugup. Aku tak berani membalikkan badanku. Tak berani
menatapnya.
“Kayaknya ia deh
Ra.” Dina kembali memperhatikan lelaki tersebut.
“Kog lo gak yakin
gitu sih Din. Kan elo yang ngenalin dia ke gue.” Aku memegang lengan Dina erat.
“Slowdown dong say,
jangan lost-control gitu dong. Yang kenalin dia ke gue kan bg vicky
juga. Lagian Bg vicky gak pernah tuh ngajak dia main ke rumah gue.” Dina pun
iku bingung. “Oh iya, ngomong-ngomong bukannya lo mau kenalan sama dia?”
Tiba-tiba aku teringat
dengan message malam itu. Aku speechless. Tak tau harus berbuat apa. Apa aku
harus cerita ke Dina tentang message itu.
Gak! Gak mungkin! Itu bukan message dari
dia. Dia kan udah ga mau berkenalan denganku lagi.
“”Eh..Ra. Kayaknya kita salah sangka
deh.”
“Eh...salah
sangka?” aku melirik dina.
“Tuh, lihat. Dia
bukannya lagi merhatiin kita Ra. Tapi dia lagi nungguin Bg Vicky.”
Berlahan akupun
membalikkan badan dan memberanikan diri untuk meliriknya. Di sana, tampak bg
Vicky sudah berada di sampingnya. Mereka pun asyik membicarakan sesuatu. Tak
lama kemudian, mereka berjalan menuju ruang osis. Dan tanpa sengaja, Bg Vicky
melirik ke arahku. Ia tersenyum. kemudian melambaikan tangan.
Aku dan dinapun
tersenyum kemudian membalas lambaikan tangannya.
“Tuh,
kan. Kitanya aja yang ke-geer-an. Terutama elo.”
“Huufh…” aku menundukkan wajahku. Benar juga
apa yang dikatakan Dina. Kenapa aku terlalu bawa perasaan gini. Malahan aku sendiri
yang menjatuhkan diriku ke rasa penasaran yang berlebihan ini. Padahal
sebenarnya ini hanyalah hal yang biasa saja. Dia hanya ingin berkenalan
denganku, dan aku juga hanya ingin mengenalnya. Masalah kecil yang membuatku
bingung hanyalah dia yang tidak pernah bisa bertemu secara langsung denganku
dan message yang tiba-tiba ia kirimkan pada ku malam itu. Padahal aku bisa
langsung tanyakan padanya lewat message juga kan? Lagian mungkin saja dia salah
kirim? Oke. Fix. Aku rasa message itu bukan darinya. Dan
sudah cukup untuk menimbulkan kecurigaan terhadapnya.
***
Di ruang kesenian…
Pak jarot tak
henti-hentinya menyuruhku memainkan alat musik. Bodynya yang tinggi dan ramping
ditambah ekspresi semangatnya yang menggebu-gebu menyurutkan niatku untuk
mengatakan “Aku capek paak!.” Memang pak
jarot adalah guru yang sangat popular di sekolah. Sebenarnya bukan karena wajah
nya yang ganteng atau sikapnya yang lembut. Tetapi karena suara nya yang
lantang bahkan sangat lantang, sehingga ketika mengajar. Tak satupun siswa bisa
tidur dengan tenang. Keren gak tuh. Maybulus!! .
Namun saat ini.
Batinku sungguh tersiksa. Ditambah lagi melihat ekspresi teman sekelasku yang
rada-rada rese. Ekspresi mereka tergambar jelas, bahwa mereka sedang berkata “Lanjutkan pak jarot!. Biarkan kami menjadi
penonton setia Dara. Haha..”
---------
Teeeet…teeeet…
“Huuff.” Akhirnya
deritaku selesai. Bel istirahat berbunyi. Pak jarot kemudian menyuruhku berhenti
dan istirahat.
“Wookeeeh! Jaaam
pelajaaaran keseniaan telaah usaaii!! Kita akan melanjutkannya minggu depaaan!!
DARAA!!
“Iya pak..”
jawabku lesu.
“Jangan lupa
tugasmu minggu depan. Yaitu menyiapkan lagu Religi yang harus kamu ciptakan
sendirii..wookkkeeh!!!” ungkap Pak jarot dengan suara lantangnya.
“Si..si..ap..pak.”
ku balas perkataannya dengan nafasku yang tersisa. Rasanya stamina ku sudah
terkuras habis.
“DARAA!! Kamu
tidaak boleh begituu! Sebagai anak mudaa yang bertalenta kamu harus mengibarkan
aura talentamu dengan semangaat yang tinggi! Jangan biarkan malas dan kebiasaan
burukmu menjadi penghalang untuk menggapai impianmu, terutama dibidang kesenian!
Wookeeh?!!” pak jarot mengacungkan jempolnya dan berlalu meninggalkan kelaas.
“Wokeh pak!!” jawab
teman sekelasku serempak sambil mengacungkan jempol.
“Sialan..”
ungkapku pasrah.
Merekapun tertawa.
--------
Dikelas…
“Hhhhaahh…” Tubuhku
berasa tak memiliki tulang. Lelah. Letih. Lesuh dan lapar. Itu yang aku rasakan
saat ini. Dan sepertinya deritaku hanyalah menjadi deritaku. “ Dasar teman yang
tidak punya perasaan.” Ungkapku kesal. Gara-gara
pak jarot menyukai bakatku, mereka malah menghasut pak jarot dan menyuruhku
menampilkan musikal dengan memainkan seluruh alat musik yang ada diruangan
kesenian itu. Mulai dari gitar, bass, keyboard, drum, recorder, biola, bahkan
talempong sekaligus.
Benar-benar
rese...
Akupun
menyandarkan kepalaku di meja. Dan menutup mataku dengan damai.
“Huum..daripada
mikirin para “rese” mendingan aku istirahat. Yah, aku butuh istirahat.” Ungkapku
sembari menunggu dina yang sedang membeli makanan untukku.
Namun, sepertinya
itu tidak akan terjadi…
“Daaraa-chaan!”
tiba-tiba saja seseorang melangkah masuk ke kelasku dan duduk disampingku. Aku
pun menegakkan kepalaku. Ku pandangi wajahnya. Dari auranya terlihat jelas
bahwa ia ingin berkonsultasi denganku. Ia gelisah bak cacing kepanasan. Oke fix, gue gabakalan bisa tidur.
“Daraa-chan! Aku
punya masalah! aku gelisah! Aku gak tau lagi harus berbuat apa. Tolong beri aku
solusi!” ungkapnya risau. Ya. Siapa lagi kalau bukan Ranco . Laki-laki feminim
yang sangat senang dengan cerita dongeng Cinderella, Putri tidur, Princess
Jasmin, dan lain sebagainya. Ia merasa dirinya sangat mempesona. Setiap hari ia
selalu bercerita tentang film putri salju ala-ala berbie versi terbaru yang
katanya baru rilis di inggris. Ia juga sering membelikan barang baru dan
oleh-oleh yang kemudian ia bagi-bagikan ke teman-teman yang katanya ia beli
dari inggris. Semuanya dari inggris. Memang sebenarnya ia berasal dari keluarga
yang kaya. Dan juga baik. Papanya seorang keturunan inggris yang sering bolak
balik Inggris-Solsel. Mamanya yang juga merupakan CEO perusahaan kuliner makanan
inggris. Dan Ranco adalah anak tunggal dari mereka. Pantas saja jika ia sedikit
dimanjakan oleh orangtuanya. Walaupun begitu, Ranco tak penah sombong dan
berteman ramah dengan siapa saja. Namun, saat ini aku benar-benar tidak bisa
berkosentrasi untuk melayani masalahnya.
“Hhmmm…” aku
menarik nafas panjang. Dan berbisisk pada diriku sendiri. “Inilah derita jadi
psikolog kondangan. Ngasih solusi tanpa goceh.” Tubuhku semakin lemas.
“Daraa-chan!
Wajah kamu kenapa?” Rinco yang melihat ekspresiku bertambah gelisah.
“Gapapa..hm, jadi
apa masalahmu?”
“Oke. Ini masalah
yang sangat serius dara-chaan. Aku bermimpi menjadi pengeran di kerajaan
inggris, dan aku bertemu dengan ratu elizabet. Tiba-tiba seseorang yang
mengejar-ngejarku datang menghampiriku dan membawaku kepengasingan. Aku takut
sekali Dara-chaan. Apakah ini akan bernasib buruk pada karirku dan sebagai pria
yang mempesona inni akan memudar?”
“--“. Wajahku
semakin melemas..rasanya sudah hampir mencair. Untung saja emosi ku masih
bisaku kontrol. Kalau tidak, aku sudah membuatnya menjadi pangeran kodok inggris
dengan tinjuku yang lemas ini.
“Oke Rancodas
Cancas. Pertama, aku bukan orang jepang apalagi orang inggris. Jadi jangan
panggil aku dengan sebutan Dara-chan. Kedua, aku bukan seorang peramal yang
bisa menafsirkan mimpimu yang rese dan tidak masuk akal itu. Jadi daripada aku
mengaktifkan emosi kontrolku. Mendingan kamu kembali ke kelasmu dan temui aku
jika masalahmu masih bersifat normal. Oke.”
“Tapi Dara-chan…”
“Udah ya Ranco.
Mendingan kamu certain film putri jasmine yang baru rilis kemarin ke aku. Daranya
lagi gak enak badan, jadi dianya gak bisa diajak konsultasi sekarang.” Ungkap
dina yang tiba-tiba sudah datang membawa sebungkus makanan. Dina melihat dan
mengetahui kondisiku langusng membawa Rinco keluar kelas.
“Haaduuuh…Astagfirullahal’adziim.
Kenapa gak bilang Dara-chaaan. Wokeeh, Dara-chan. Besok aku akan menemuimu…”
Belum sempat Ranco mengakhiri kalimatnya, Dina sudah menyeretnya keluar kelas.
“Hmm..untung aku punya
sahabat terbaik. Kalo gak? Hidupku udah kayak gimana cooba.” Ucapku lega.
“Haha…itulah
derita psikolog populer.” Sahut Galang yang ternyata juga melihat kejadian itu.
Dan tanpa permisi ia sudah duduk dan menyandarkan badannya di sampingku.
Maksudnya dikursi sebelahku.
“Shut up bro..lo
mau gantiin posisi Ranco buat ngerasain tinju gue?” aku mengacungkan tinjuku
padanya.
“Hohow..ampun
bos. Takut gue liat tinju lemes lo yang dari tadi udah work hard mengguncang kelas dengan gitar akustik lo.”
“Serius deh lang,
gue lagi gak mood becanda nih. Plis..” Aku memalingkan wajahku dan menyandarkan
kepalaku ke meja. Kali ini tubuhku benar-benar ingin beristirahat.
“Oke sip. Eh,
Ra..gue mau nanya nih boleh gak?”
“Hm..”
“Lo kenal Bg
Dzikry gak?”
“Hm?”
“Gue tanya, lo
kenal gak ama Bang Dzikry. Ketua Osis Kita.”
“Ha?” Aku
menegakkan kepalaku dan menatap Galang. “Siapa?”
“Bang Dzikry. D-Z-I-K-R-Y.”
“Lo bilang apa?”
“Ya elaah.
Kayaknya lo beneran udah teller deh Ra. Butuh istirahat kayaknya. Yaudah, gue
caw dulu.” Ia beranjak dari kursi.
“Eeh! Bentar
dulu!” Aku menarik bajunya. Ia pun hanya menurut pasrah dan kembali duduk
disampingku. Dari sikapnya seolah-olah ia ingin menyampaikan sesuatu padaku.
“Iya gue tahu
yang lo maksud itu Bang Dzikry. Tapi, serius deh Lang. Beneran dia Ketua Osis?”
tanyaku penasaran.
“Hhm..” ia
membuang nafas. “Iya..dia ketua osis.”
“Gue fikir Ketua
Osis kita Bang Rangga..”
“Bukan. Dia sekretaris
osis. Waktu kita ospek. Bang Rangga yang gantiin dia jadi Ketua. Coz katanya
sih dia izin ada urusan gitu. Satu bulan gak masuk sekolah. Semenjak itu, Bang
Rangga deh yang jabatin posisi dia. Makanya yang kita tahu Bang Rangga yang
jadi ketua.”
“Emangnya dia
izin gak sekolah ngapain sih? Boleh ya libur panjang gitu?”
“Naah…itu yang
gue gak tahu.”
“Harusnya yang
gantiin posisi dia bang Vicky dong. Bukan Bg Rangga?” tanyaku penasaran.
“Naah..itu yang
mau gue cari tahu.” Jawabnya juga penasaran.
Oke fix. Sekarang aku benar-benar ingin tahu.
“Kapan lo tahu
tentang dia?”
“Gue juga baru
tahu kemarin sih.” bisiknya sambil mengemil makananku yang Dina bawakan
untukku.
“Tumben lo baru
tahu. Biasanya lo gak pernah low-update gini.”
“Slowdown girl.
Masalahnya, anak baru kayak kita gak boleh tahu kalo Bang Dzikry Ketua Osis
yang asli.”
“Serius?” tanyaku
makin penasaran.
“Serius. Makanya gue mau confirm ke elo.”
“So, lo pikir gue
bakalan nyari jawaban atas rasa penasaran lo itu?”
“Yaelah. Gue tahu
loh Ra. Kalo elo juga penasaran ama dia.” Ia menatapku penuh kemenangan. Aku
pun membalas tatapannya.
“Dina yang kasih
tahu elo kan?”
“Hehe. Ia deh,
gue kalah Bos Psiko.” Ia mengangkat tangannya dan beranjak dari kursi. “Gue
cabut dulu. Lapar nih. Mau ikut gak?”
“Lo duluan aja.”
“Oke. Gue tunggu
kabar selanjutnya..” Ia kemudian berlalu meninggalkanku di kelas. Sendirian.
***
Sepulang
sekolah….
“Ra, gue duluan
yah. Bokap gue udah nungguin. See you soon…” Dina melambaikan tangannya dan
berlari menuju Mobilnya.
“Oke. Bay…” Aku
pun membalas lambaiannya.
Tak lama, Accord
silver itu pun berlalu dengan kencang. Aku pun juga ikut berlalu meninggalkan
sekolah. Berjalan kaki menelusuri trotoar. Menikmati kendaraan yang juga asyik
menjelajahi alunan kota. Hingga sampailah pada persimpangan yang biasa ku
lewati, yang disebut sebagai Gang P.Pkom.
Akupun menghentikan
langkahku. Ku tatap lekat nama plang yang berdiri kokoh dipersimpangan gang
itu. Yah, gang P.Pkom. Memang gang tersebut tidaklah jauh dari sekolah. Dan
merupakan jalan pintas bagiku untuk pulang ke rumah jika aku berjalan kaki.
Sepintas akupun
teringat message yang ia kirim malam
itu.
“Jangan lewat
gang P.Pkom?” Disitu bahaya?” ucapku mengulangi kalimat yang tertulis dimessage
itu. Aku terdiam sejenak. Memikirkan apa yang akan terjadi jika aku melewati
gang dan menghiraukan pesan yang ia kirim. Jika seandainya memang terjadi
sesuatu, aku harus berbuat apa? Gang tersebut bukanlah jalan yang biasa orang
lewati. Hanya beberapa pedagang keliling dan penghuni rumah yang berada di
ujung kawasan gang tersebut yang mungkin sering melewati jalan ini. Itupun jika
memang terjadi sesuatu? Jika tidak? Berarti ia hanya mempermainkanku saja.
“Huufh…dia
benar-benar membuatku bingung.” Aku pun berlalu meninggalkan gang dan tetap
berjalan menelusuri trotoar. Aku mencoba memahami message yang ia kirim. Agar
aku tidak berada dalam bahaya. Tapi, batinku menolak. Rasa penasaranku tau mau
menuruti naluriku. Aku pun berhenti, berbalik dan melangkah menuju gang P.Pkom.
“Oke Ra. Kalo
kamu penasaran dengan message yang dia kirim. Kamu harus mengetahuinya sendiri.
Buktikan apa benar Bang Dzikry yang mengirim message itu. Dan bukan Dara
namanya kalo kamu nyerah gitu aja. Huft.” Akupun melangkahkan kaki melewati
gang P.Pkom. Menelusuri jalan setapak yang biasa kulewati. Dan seperti biasa,
Gang tersebut memang sepi. Hanya beberapa rumah yang ku fikir ada pemiliknya.
Banyak rumah yang kosong. Dan hari ini sepertinya lebih sepi. Hening. Hingga
bunyi langkah kakiku terasa begitu bergema. Huffh,menyebalkan...bikin
gue deg deg an aja.Akupun melirik kesegala arah. Namun, tak satupun hal
mencurigakan yang aku temui.
“Tuh kaan…gak ada
apa-apa disini.” Aku menghela nafas.
Benar-benar
menyebalkan. Ia pikir aku akan tertipu dengan lelucon murahan seperti itu.
Entah apa maksudnya mempermainkanku seperti ini. Yang jelas aku lega sekali.
Tak ada apa-apa disini. Karena jika memang sesuatu terjadi. Aku tak bisa lagi
melewati jalan pintas yang menjadi andalanku jika aku terlambat ke sekolah.Hiks.
Tak kurang
sepuluh meter lagi, aku sampai dibelokan gang P.Pkom Blok B. Setelah belokan,
sekitar lebih kurang seratus meter, gang tersebut sudah tuntas aku lewati. Dan
selama aku berjalan melewati gang tersebut, aku tetap harus berhati-hati dan
melihat sekelilingku. Tetap waspada jika memang ada bahaya yang akan menimpaku.
Namun, sampai saat ini tak ada tanda atau sinyal-sinyal bahaya yang aku temui.
Huuf…akupun semakin lega. Dengan langkah tenang aku terus berjalan.
“Ra…”
Boom!
Aku terhenyak.
Tiba-tiba saja seseorang sudah berdiri dibelakangku. Memegang ranselku. Dan menghentikan
langkahku. Oh Tuhan, Rasanya jantung ini
ingin melompat dari tubuhku.
“Aku udah bilang
kan. Disini bahaya…”
Bersambung….
Kereeen tek adek nulisnyeee ma shaa Allah 👍😍
ReplyDeleteCrtanye remajii bingitz... ditunggu ending nyee... 😉
hehehehe..thank yo tank yo amak afya ^_^
Deleteokee amaak aasiyaa ;D