Part 1# Zakiya?
Perkenalkan,
namaku “Zakiya Darajat”. Orang-orang biasa memanggilku Dara. Aku merupakan
siswa SMA Negeri 1 SolSel yang merupakan sekolah negeri tertua di kotaku. Sekolahku merupakan sekolah negeri yang bernuansa
islami. Alhamdulillah aku masih memiliki jiwa yang religi walaupun hanya
segelintir pasir yang derdampar di bebatuan pantai. Setiap hari jumat sekolahku
mengadakan kegiatan muhadarah yang wajib diikuti oleh seluruh penghuni sekolah.
Dan disinilah asal mula ceritaku.
***
“Pembacaan
doa oleh Zakiya…” ketika mc menyebut nama itu aku langsung syok.
Kenapa tiba-tiba namaku yang disebut? Namun
sebelum syokku berlanjut, hatiku langsung lega ketika mc mengakhiri kalimatnya
dengan “…oleh Zakiya Dzikry Reza, kepada Zakiya Dzikry Reza dipersilahkan”.
Ternyata itu bukan aku.
Cepat-cepat
aku mengalihkan perhatianku pada seorang lelaki yang di panggil oleh mc
tersebut. Sekilas dari jauh tampak bodynya yang tinggi, berkulit putih, dan
dengan tubuh kerennya ia berjalan menuju mimbar sambil mengambil sebuah
microfon dari tangan sang mc. Dengan khitmat ia membacakan doa yang secara
otodidak keluar dari mulutnya. Khitmat sekali. Hingga semua siswa dan guru yang
berdiri di lapangan sekolah juga merasakan kekhitmatan doanya. Suara merdu itu
mengakhiri kalimatnya dengan membacakan “Alhamdulillahirobbil’alamin”. Setelah
mengakhiri doanya, ia langsung turun dari mimbar dan berjalan menuju tempat
dimana semua pelaksana kultum berdiri. Dari kejauhan aku hanya bisa melihat postur
tubuhnya yang semakin lama semakin menjauh dan tak terlihat karena terhalang pohon sekolah yang semakin
hari terlihat semakin rindang. Detik itu juga aku merasakan sesuatu yang
mengganjal dihati yang memanggilku untuk mengenali dirinya lebih jauh. Namun
pikiranku menyangkal. Aku tidak mungkin bisa mendekati kakak kelas yang tampan
itu. Aku yang hanya bertubuh pendek, berkulit hitam mana mungkin bisa mendekatinya.
Faktor fisik yang mendukungku hanyalah wajahku yang manis. Karena wajahku yang
manis itulah yang membantu mengembalikan kepercayaan diriku. Aku bersyukur
walaupun aku pendek dan berkulit hitam (gak hitam-hitam amat sih) hanya mirip
kulit artis india Enjeli dalam film kuch kuch kutahe (dilarang membayangkannya).
Dibantu oleh ginsulku yang membuat aku lebih manis jika tersenyum.
Bukannya
aku memamerkan kemanisanku, namun itulah kenyataan yang ada pada diriku. Walaupun
begitu, masih saja, aku tidak akan bisa mendekati kakak kelas tampan yang
memiliki suara merdu itu. Siapakah dia? Gara-gara memiliki kesamaan nama aku jadi penasaran kan?!. Sambil menatapnya dari kejauhan
walaupun tatapanku tak dapat menembus bayangannya yang terhalangi oleh pohon,
aku melamun memikirkannya. Tanpa aku sadari, ternyata tatapanku disadari oleh
teman yang berdiri disampingku, Dina.
“Ra, tatapanmu gitu amat. Naksir ya sama Bang Dzikry?”. Dina menyikutku sambil senyum-senyum melirik lelaki itu.
“Ra, tatapanmu gitu amat. Naksir ya sama Bang Dzikry?”. Dina menyikutku sambil senyum-senyum melirik lelaki itu.
Buset, aku
ketahuan. Dengan wajah polos aku menjawab “Hehe…gak juga sih.”
“Haha, gak juga sih? Berati sedikit naksir
dong?” Dina merayuku.
Gak juga sih? Kenapa aku jawab gitu? sial.
Sepertinya pikiranku kali ini tidak ingin berkompromi denganku.
“Hahaha, bisa
aja dina”. Shit deh. Sudah terlanjur diucapkan. Ya gimana lagi. Hmm, sudahlah. Mungkin dina menganggap ini hanya sekedar
gurauan.
“Aku kenal dia
loh. Bang Dzikry. Dia temen abangku. Satu kelas malahan. Kelas XII A2 . Mau aku
kenalin gak?” ternyata dina tidak bergurau. Dia memang mengenali lelaki yang katanya
bernama Bang Dzikry itu. Dan tidak bisa dipungkiri, hatiku yang tadinya ingin
mengenalinya lebih dekat ternyata tidak sekedar berangan-angan. Aku tersenyum.
“Boleh juga..” aku
menyengir.
Dina memang
mengerti apa yang aku inginkan. Aku memeluknya tanpa menghiraukan
wajah kusutnya karena takut ketahuan oleh pak Jarot guru seni badaya yang
selalu mengawasi kegiatan muhadarah kami. Untung kegiatan tersebut baru saja usai.
“Itu yang
disebut sedikit naksir?” Ujar dina menimpali.
“Iya deh. Aku
ngaku.”
Dinapun tertawa.
Tanpa menghiraukan tawa dina, aku hanya memeluknya lebih erat. Yang jelas, Aku tidak
ingin menutupi perasaanku kali ini.
***
Keesokan harinya.
Seperti biasa. Setelah bel istirahat berbunyi, aku dan teman sekelasku
beranjak dari kelas menuju kantin demi memenuhi penguasa perut yang sedari tadi
merdendang ria menanti kehadiran makanan dan minuman. Namun, Ketika hendak
menuju kantin. Seorang lelaki yang tidak asing berdiri tepat di depan kelasku.
Sepertinya, dia menantikan seseorang. Tidak salah lagi, dia Adalah Vicky
Harnova, Wakil Ketua Osis yang tidak mungkin tidak dikenali oleh seluruh siswa
siswi Smansa Solsel. Dia memalingkan wajahnya padaku. Sudah bisa ku tebak, dia
pasti ingin menanyakan dina, teman sekelasku yang tak lain dan tak bukan adalah
adik sepupunya.
“Ra…” sambil melangkah kearahku aku langsung menjawab.
“Bang Vicky mau ketemu Dina ya? Dinanya udah ke kantin...”
“Bukan.” Dia menggeleng. “Bukan pengen ketemu Dina kog…”
“Loh,trus nyari siap…”
“ Mau ketemu Dara.”
What? Aku hanya melongo mendengar jawaban dari Bg Vicky. Mau ketemu aku? Ngapain? Aku kan bukan
anggota osis. Atau jangan-jangan mau direkrut untuk ikut lomba? Secara
tidak sadar aku melongo memikirkan hal itu.
“Kenapa ekspersinya gitu?” Bg
Vicky yang sedari tadi memperhatikanku tertawa menyadari eksperiku yang melongo
sambil memikirkan sesuatu.
“Salah ya kalo aku pengen ketemu kamu?”
“Hehe..gak salah kog Bang Vicky. Ada urusan apa ya bang?” tanpa berfikir
panjang aku langsung bertanya.
“Hmm..gini..” Ia melirik ke kiri dan ke kanan melihat keadaan sekeliling
kami. Sepertinya ini pembicaraan yang serius sehingga ekspresi bang Vicky
memberikan isyarat bahwa pembicaran kami tidak ada satupun siswa lain yang
boleh mendengarnya.
“Dara, kamu mau gak aku kenalin sama Dzikry?” Jantungku nyaris copot
mendengar pertanyaan dari bang Vicky. Syok sekaligus tidak menyangka kenapa
tiba-tiba bang Vicky berkata seperti itu. To the point banget. Dan aku tidak
sanggup menjawab apa-apa. Apa aku salah
dengar ya?. Seluruh tubuhku rasanya kaku. Namun, aku berusaha untuk tetap
tenang dan relax. Aku tidak ingin melihat Bg Vicky memandangi pipiku yang
hampir berubah menjadi merah jambu. Aku buru-buru menenangkan fikiranku.
“Dzikry? Dzikry siapa ya bang?. Kog tiba-tiba…”
“Dzikry temen sekelas abang. Dia laki-laki yang baik kok. Sayang aja,
belum pernah naksir sama cewek.” Bg Vicky tersenyum malu mengingat sahabatnya
itu. Dan lagi-lagi Oh my God, bahkan udah kelas tiga SMA belum pernah naksir
sama satupun cewek?. Aku merasa tambah minder. Lebih dari saratus siswi cantik
dan bertalenta yang tersebar disekolah ini tapi tak ada satupun yang menyangkut dihatinya? Apalagi aku yang hanya
seorang siswi baru tamatan seragam dongker yang baru merasakan hitam putihnya rok
abu-abu.
“Ra, maukan aku kenalin sama Dzikry?” perkataan bang Vicky mengguyarkan
lamunanku. Ya tuhan, aku tidak tahu harus
jawab apa. Apa aku jawab nggak usah aja ya? Walapun aku memang penasaran
dan ingin mengenalnya lebih dekat, tapi kali ini mulutku terasa kaku. Dan aku
tidak bisa berkata apa-apa.
“Nggak jawab berarti mau ya. Oke, nanti pulang sekolah di tunggu
dilapangan basket deket parkiran sekolah. See you Ra..” Bang Vicky berbalik sambil
melambaikan tangan dan tersenyum, meninggalkanku yang masih berdiri dan tidak
percaya ini terjadi. Apakah ini mimpi? Kenapa bg Vicky tiba-tiba mengatakan hal
itu padaku? Apa dina yang mengatakannya? Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan.
Tanpa disadari hatiku yang berdetak normal, kini sedikit mengeluarkan
ardenalinnya. Sial, aku deg-degan.
***
Bel ketiga kalinya berbunyi, menandakan kami harus mengakhiri pelajaran
untuk hari ini. saatnya pulang. Namun, sampai saat ini aku masih tidak percaya
dengan kejadian yang aku alami tadi. Masih terngiang-ngiang dalam fikiranku
wajah kakak kelasku bang Vicky Yang ingin mengenalkanku pada Dzikry. Yang benar
saja, baru kemarin aku berangan-angan ingin mengenalinya lebih jauh, dan
sekarang angan-anganku menjadi kenyataan? Aku memang tidak percaya ini. Tapi ya
sudahlah. Daripada menjadi hantu gentayangan yang mati karena penasaran, lebih
baik aku menemuinya seperti yang Bg Vicky bilang, dia akan menungguku di
lapangan basket dekat parkiran sekolah.
Aku berjalan menuju lapangan basket dan berdiri di dekat parkiran
sekolah. Aku memperhatikan keadaan sekelilingku melihat ke seluruh lapangan
basket. Belum ada tanda-tanda seseorang mancul. Mana yang katanya mau nunggu aku disini? Aku melirik jam tanganku
menunjukkan pukul 14.15 wib. Gawat, kenapa
dia belum muncul juga. Akukan harus buru-buru pulang.
Berhubung aku adalah siswi kelas unggul X.1. Kelasku memiliki tambahan
jam pelajaran yang berarti bahwa aku harus masuk sekolah lagi sore ini,
tepatnya pukul 15.00 WIB. Disekolahku terdapat dua tipikal kelas, yaitu kelas
unggul dan kelas paralel. Kelas unggul merupakan kelas anak-anak berprestasi yang
memiliki bakat dan talenta, sedangkan kelas paralel untuk siswa-siswi yang tidak
berminat menambahkan jam istirahat mereka untuk belajar. Karena prestasiku yang
lumayan. Aku dapat diterima dikelas unggul dengan peringkat yang lumayan,
sepuluh besar. Jadi mau tidak mau, harus mengikuti peraturan kelas unggul ini.
Tapi, sudah lima menit berlalu, aku belum menemukan tanda-tanda seseorang
muncul untuk menemuiku disini. Apa aku harus menunggu sebentar lagi? Oke, aku
akan menunggu dua menit lagi. Berhubung rumahku tidak jauh dari sekolah, aku
bisa menunggu.
Berapa saat kemudian, siswa siswi smansa solsel bermunculan dari balik
koridor sekolah, sedikit demi sedikit mulai menampakkan wajah lesu mereka yang
sepertinya sudah harus di charger dengan tidur siang. Lama-kelamaan, lapangan
basket dipenuhi siswa siswi yang lalu lalang dan tidak sabar ingin mengambil kendaraan
mereka masing-masing. Aku menoleh dan memperhatikan setiap siswa yang lewat di
depan mataku, tapi aku belum menemukan satupun sosok yang bernama Zakiya Dzikry
Reza itu. Apa benar dia akan menemuiku? Sepertinya ucapan bang Vicky hanya
gurauan semata. Atau jangan-jangan dia tidak berminat untuk menemuiku?. Ah, ya
sudahlah. lebih baik aku pulang saja. Toh, yang menemuiku tadi hanya bang
Vicky, bukan dia.
Aku pulang.
***
14. 55 wib..
Oh my god, sudah lima kali aku melihat jam tanganku yang jarum panjangnya
terus saja berputar tanpa menghiraukan kekhawatiranku. Demi apa, itu jarum gak
bakalan mau berkompromi dengan rasa khawatir karena keterlambatanku. Mana ojek
belum kelihatan batang idungnya. “Sial, hari ini aku bakalan telat nih”. Dan
itu adalah keterlambatanku yang kesekian kalinya. Mana adikku juga sudah
melarikan diri dengan mobilku -maksudnya mobil kita berdua- dan pergi
meninggalkanku “Ya tuhan, beri hamba pertolongan..” aku meneladahkan tanganku
ke atas langit berharap doaku ini cepat dikabulkan. Dan setelah beberapa detik
tuhan mengabulkan permintaanku. Terima
kasih ya Allah sungguh engkau memang menyayangi hambamu ini.”Ojeeek….”.
***
Keesokan pagi, Di koridor sekolah…
“Untung aja om andi baik banget.
Membiarkan aku masuk. Kalo enggak, aku bakalan membersihkan sampah se lapangan
basket. Gila aja!” batinku. Tak bisa ku pungkiri. Aku adalah siswa teladan
Award yang meraih gelar siswa yang suka terlambat datang ke sekolah. Dan tak
ada satupun guru dan pegawai disekolah ini yang tidak mengenaliku. Hehe, maklum
saja. Bukan berarti aku bangga dengan “prestasiku”, namun sebenarnya ada alasan
dibalik semua itu. Setiap pagi, aku selalu sakit. Bukan sakit parah. Hanya
sakit perut yang aku alami setiap jam 6 pagi. Aku tidak tahu sejak kapan aku
mendapatkan sakit seperti ini. Yang jelas aku sudah terbiasa dengan penyakit
yang aku derita. So, terlambat atau tidaknya aku datang ke sekolah tergantung
pada berapa lama sakit perut yang aku alami. Jika sakitnya hanya berlangsung
satu atau dua menit, aku bisa ke sekolah tepat waktu. Namun jika sakit
berlanjut, ya sudahlah. Aku akan menerima penghargaan sebuah kantong sampah
beserta isinya sebagai hukuman keterlambatanku.
“Duarrh..” astaga pagi-pagi aku sudah dikejutkan oleh cewek rese yang
suka bikin aku jantungan.
“Dinaa…kalo aku jantungan,kan kamu juga yang repot jengukin aku” kesalku.
“Hehe…sorry deh. Jangan sok ngambe’ gitu dong”. Dina menyikut bahuku. “oh
ya, ngomong-ngomong udah ketemu sama Zakiya satu lagi?” rayu dina. Astaga,
sudahku duga ini adalah perbuatan cewek rese ini. Membayangkan bang Vicky aku
jadi ingat kejadian kemarin. Apa dia
memang ingin bertemu denganku? Atau hanya sekedar….?
“Ra, kog malah bengong. Ketemu gak kemarin?” dina melongo melihatku.
Sepertinya rasa penasarannya tidak bisa disembunyikan lagi.
“kamu ngomong apa sama bg Vicky din?” aku berterus terang.
“Aku cuma bilang kalo kamu mau kenalan sama bg Dzikry. Udah itu doang.”
Jawabnya santai.
“trus…bg Vicky bilang apa?”
“bagus doong.”
Aku melongo. bagus dong?. “apanya
yang bagus dong dinaa…” sambil menghela nafas, aku membelai kerudung putihnya agar
otak nya tidak melantur kemana-mana.
“Ya bagus. Bang Vicky bilang, dia belum pernah naksir sama cewek manapun.
Makanya bagus kalo ada orang yang mau kenalan sama dia dan orang yang ingin kenalan
sama dia kayaknya cocok banget. Serasi. Sama-sama punya karakter belum pernah
naksir sama siapapun.” Dina tertawa lalu ngacir meninggalkanku dan masuk ke
dalam kelas, takut kalau nantinya aku berubah menjadi monster yang siap memakan
mangsanya.
Hmm..bukannya aku belum pernah
naksir sama laki-laki din…tapi laki-laki yang aku taksir, dia sudah memiliki
kekasih…
***
Saat istirahat..
Aku berjalan perlahan-lahan, melihat ke kiri dan ke kanan koridor sekolah.
Sambil mengendap-endap aku melangkah menuju koperasi sekolah yang jaraknya
tidak jauh dari kelasku. Tidak apa-apa untuk saat ini aku jajan di koperasi
saja. Berjaga-jaga agar tidak bertemu dengan bg Dzikry. Argh, kenapa aku jadi
begini? Kenapa aku harus takut bertemu dengannya? Kenal saja tidak. Bertemu pun
belum pernah. Apalagi mengenal wajahnya. Walaupun pernah, itupun dari jarak
ratusan meter, bagaimana aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dan kalaupun
kita bertemu memangnya dia kenal aku? Dara..Dara…kamu sudah banyak mengaur saat
ini. Ah sudahlah. yang terpenting adalah mengisi kekosongan perutku ini. Ketika
aku melangkah menuju pintu koperasi, tak sengaja seorang siswa di depanku
menabrakku hingga aku terjatuh.
Oh my god, sial banget hari ini. Kenapa disaat-saat seperti ini aku harus
bertabrakan dengan bang Vicky yang jelas-jelas untuk sekarang ini aku juga tidak
ingin bertemu dengannya. Seketika itu juga Bang Vicky langsung meraihku.
“Sorry,sorry…kamu gak papa Ra?” tanpa menghiraukan minumannya yang jatuh
bg Vicky langsung melihat ke bajuku, takut aku tersiram minumannya yang tertumpah.
“Gak papa bang..”aku hanya bisa tersenyum. Untung saja minumannya tidak
tumpah kebajuku. Kalau tidak, bagaimana aku belajar nantinya. Aku langsung
menyapu rokku yang berdebu.
“Oh ya, Ra. Kenapa kemaren gak datang?” sahut vickry to the point.
“Datang?” jawabku bingung.
“Iya, datang. Kemaren Dzikry nungguin kamu di parkiran. Tapi kamunya gak
datang” Jawabnya.
“Aku juga nungguin dia bang, di parkiran. Tapi dianya gak muncul-muncul.
“ jawabku heran. “memangnya dia nungguin aku jam berapa?” tanyaku.
“Oke gak papa. Nanti adek bisa ketemu Dzikry?” tanpa menghiraukan
pertanyaanku bg Vicky malah balik bertanya.
“Hmmm.” Gila, ternyata bang Vicky beneran serius ingin mengenalkanku pada
sahabatnya itu. “oke deh. Tapi setelah belajar sore…”sebelum mengakhiri kalimatku
bang Vicky langsung menjawab dan sepertinya dia sudah tahu apa yang akan aku ucapkan.
“Oke siip. Berarti jam empat nanti. Di tunggu ya.” Bang Vicky tersenyum
dan meninggalkanku yang hanya bisa melongo melihat kepergiannya.
Ya tuhan, apa dia benar-benar ingin bertemu denganku? Aku mulai deg-degan
lagi. Yang jelas saat ini aku gugup dan tidak tahu apa yang aku lakukan nanti.
Apa dia mau berkenalan denganku? Apa dia ingin mengenali lebih dekat? Atau
hanya ingin melihat aku saja? Yang jelas saat ini hanya hatiku yang ingin tahu
apa yang akan terjadi selanjutnya.
***
Saat belajar sore…
Aku melirik jam tangan yang menunjukkan pukul 15.35 wib. sampai saat ini guru matematikaku yang
bernama ibu yeti belum memasuki kelas. Teman-temanku yang berada di kelas mulai
bosan menunggu kedatangan beliau. Satu persatu sudah sibuk dengan kegiatan
mereka masing-masing. Ada yang sibuk dengan computer di pojok kanan ruangan.
Ada yang mulai bermain game, dan ada juga yang mules alias tidur. Inilah
suasana kelasku kalo mereka lagi bosan. Karena kelasku adalah kelas unggul,
kelas ini dilengkapi dengan AC dan computer. Sudah hampir 45 menit kami
menunggu diruangan itu. Tapi ibu yeti belum muncul-muncul juga. Tiba-tiba saja
aku merasakan ingin buang air kecil. Ketika hendak berdiri, Rian ketua kelas
muncul dari balik pintu.
“Teman-teman, berhubung ibu yeti masih mengajar di kelas XII IPA2. Beliau
berpesan for today belajar sore diundur sampai beliau selesai mengajar anak
XIIA2. Jika ada yang ingin break dulu, silahkan beristirahat.” Rian mengakhiri
kalimatnya diikuti suara mengeluh anak-anak kelas yang sepetinya tidak berminat
lagi untuk belajar tambahan. Mendengarkan hal itu, rasanya urineku tidak
berminat lagi untuk keluar dari vesica urinarianya. Namun, daripada aku hanya
berdiam diri di sini. Lebih baik aku keluar mencari udara segar. Itu lebih baik
daripada melihat ruangan yang membosankan ini. Dengan langkah kaki yang santai
aku berjalan menuju taman depan kelas. Hmm..memang sejuk dan menyenangkan.
Angin sepoi-sepoi dan dentingan pohon yang bergoyang membuat kepala dan otakku
yang tadinya sudah mulai kusut menjadi frash kembali. Aku menyandarkan tubuhku
digazebo menunggu waktu hingga Bu Yeti masuk ke kelasku. Sungguh, suasana
disini benar-benar merelaksasikan jiwa dan ragaku.
“Ra…”
“Oh my God!” aku membalikkan badanku kearah sumber suara yang nyaris
membuat jantungku copot.
“Bang Vicky.”
“Sorry sorry…kaget ya?” tiba-tiba saja bg Vicky muncul dibelakangku.
“Untung aja gak jantungan bang. “ aku mengusap dadaku yang rasanya
otot-otot jantungku bekerja lebih cepat. Bg Vicky hanya tertawa melihat
ekspresiku. Aku hanya bisa menyeringai. Bg
Vicky, andai saja kamu bukan seniorku. Aku mungkin sudah menjitak kepalamu bang.
Ups, jangan sampai deh. Aku segera menghalau pikiran itu.
“Oh ya. Kebetulan udah ada disini. Kita ketemu di sini aja. Dzikry bentar
lagi ke sini kog”.
Sial. Aku Lupa. Aku sudah berjanji akan menemuinya setelah berlajar sore.
Aku harus gimana? Dengan perasaan
bersalah aku hanya bisa berkata “Sorry bg. Aku ada jadwal tambahan sekarang.
Saat ini ibu yeti lagi ngajar di kelas XII IPA2. Jadi jadwal tambahan sorenya
ditunda setelah beliau selesai mengajar di kelas tersebut. Maaf..” aku melirik
bg Vicky dengan perasaan bersalah. Kenapa aku bisa lupa kalau ada janji dengan
mereka. Oh my God, stupid. Andai saja
ada burung unta yang bisa membawa aku terbang. Aku ingin terbang sejauh-jauhnya
dari hadapannya.
Bg Vicky mengerutkan keningnya, dia memandangiku sambil terbengong.
“XII IPA2?”
“Iya bg. Sekarang kan siswa kelas tiga udah mulai belajar sore. Bentar
lagi mereka mau ujian akhir sekolah kan?”. Jawabku santai. Tapi tatapan bg
Vicky masih terlihat membingungkan.
“ Iya Ra, tapi bukannya Kelas XII IPA2 kelasnya abang ya?”
Oh my god, demi apa! Aku baru sadar dan baru ingat, Dina pernah bilang
kalau bg Vicky dan bg Dzikry berada di kelas XII A2.
“ Berarti ibu yeti udah keluar dari kelas bg Vicky dong?”
“ Udah dek. Kalau belum kenapa abang bisa ada di sini”
“Oh my god, aku harus buru-buru ke kelas bang. Sorry…” Aku berlari
meninggalkan bg Vicky yang masih kebingungan. Yaa Tuhaan, demi apa! Sekali lagi, stupid,stupid,stupid. Kenapa hari
ini aku bego banget. Dan kenapa juga aku bisa diterima di kelas unggul yang
jelas-jelas bukan tempat cewek bego sepertiku. Apa yang harus aku lakukan
sekarang. Aku benar-benar lupa dengan janjiku siang tadi. Dan sekarang sudah
dua kali aku mengecewakan mereka. Sial…kenapa bisa kayak gini sih. Dan kenapa
juga aku harus mengiyakan perkataan Dina waktu itu. Andai saja aku tidak
penasaran waktu itu. Andai saja namanya bukan Zakiya yang sama denganku,
mungkin saja aku tidak akan seperti…aah, sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur. Maafkan
aku bg Dzikry. Sepertinya untuk saat ini, kita belum diizinkan untuk bertemu.
***
Jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 18.00 wib. aku berjalan menelusuri
koridor menuju pintu gerbang sekolah. Sepi, menandakan tidak ada satupun siswa
disekolah ini. Dan memang tidak akan ada siswa yang betah berlama-lama
disekolah ini kecuali para kutu buku yang suka menyembunyikan wajah mereka
dengan setumpuk buku. Hari ini aku juga tidak membawa mobil. Teman-temanku
sudah raib menancapkan gas mereka agar segera kembali kerumah yang sudah 12 jam
mereka tinggalkan. Aku menelusuri troktoar melihat ke kanan dan ke kiri
berharap masih menemukan ojek yang bersedia lewat pada jam magrib ini. Sepi
sekali. Daripada harus berdiri disini menunggu si ojek lebih baik aku duduk di
sebelah kiri gerbang sekolah dimana disana disediakan tempat duduk untuk para
siswa yang menunggu jemputan mereka untuk pulang . Sambil menunggu aku teringat
bg Vicky yang aku tinggalkan begitu saja di taman depan kelas. Sungguh, sebenarnya
aku juga ingin bertemu dengannya. Dengan seseorang yang bernama Zakiya
itu. Namun, waktu tidak memberikanku
izin untuk bertemu dengannya. Tapi, kalau dipikir-pikir, jika memang dia ingin
bertemu denganku, kenapa harus melewati perantara, bg Vicky? kenapa tidak dia
saja yang langsung bertemu denganku?. Sebenarnya dia serius ingin bertemu
denganku atau tidak? Ah, menyebalkan.
“Tiiiit…”
“Oh my God!” aku tesentak dari lamunanku. Untuk ketiga kalinya jantungku
mengeluarkan ardenalinnya. Kenapa semua orang suka sekali membuat aku
jantungan. Rasanya seperti semua orang menginginkan aku terkena penyakit
jantung. Aku membalikan badan kesumber suara yang berada di depan gerbang
sekolah. Honda jazz biru terpakir tepat di depan gerbang sekolah. Kaca depannya
terbuka dan menampakkan sosok yang sangat aku kenal.
“Nunu…” Teman sekelasku yang ternyata juga baru keluar dari sekolah.
“Kenapa sendirian di situ? Gak mau pulang?” teriak nunu dibalik jazz
birunya.
“Iya nih. Nunggu ojek. Tapi ojeknya gak nongol-nongol juga”
“Sini aku antar. Kasian cewek se cakep eneng, duduk sendirian nunggu si
ojek yang kagak nongol-nongol” candanya.
“Oke deh Nyai.”
“Hahahaa…” aku dan nurul tertawa. Kamipun berlalu meninggalkan sekolah.
Namun, sesaat kami meninggalkan sekolah. Ada sesuatu yang mengganjal di hatiku.
Seperti sesuatu yang tidak ingin aku pergi meninggalkan sekolah itu.
Apakah seseorang sedang menungguku?
***
Bersambung...
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hai guys, cerita ini diambil dari karangan pemikiranku saja. Namun ada beberapa nama dan tempat yang aku ambil dari nama sahabat-sahabat dan tempat dimana aku tinggal. Semoga menarik dan selamat menikmati :).
Silahkan tinggalkan pesan di kolom komentar ya. Thank u, syukron, dan terima kasih :)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hai guys, cerita ini diambil dari karangan pemikiranku saja. Namun ada beberapa nama dan tempat yang aku ambil dari nama sahabat-sahabat dan tempat dimana aku tinggal. Semoga menarik dan selamat menikmati :).
Silahkan tinggalkan pesan di kolom komentar ya. Thank u, syukron, dan terima kasih :)
0 comments:
Post a Comment