Photograph _@mufly_dmphotograh
Locat: Taplau Padang
|
“Bang,
aku cabut ya!”
Aku
bergerak menuju rak sepatu dan memasang sepatu kate kesayanganku.
“Krrenyook…”
Hedeuh, perut gue keroncongan...”
Dipojok
kiri ruang keluarga, lelaki setahun lebih tua dariku yang sedang asyik bermain
game, tiba-tiba menghentikan gamenya dan memandangiku heran.
“Enggak.”
“Terus…” tanyaku bingung.
“Tumben
aja...” Ia tersenyum kemudian melanjutkan permainannya.
“Tumben
apanya bang?” aku berbalik heran.
“Sejak
kapan kamu suka malam minggu dek.” Ungkapnya tanpa melirikku.
Aku
terhenyak. Memangnya sekarang..? “Oh
my God,...” Aku menepuk jidadku. Cepat-cepat aku melirik handpone dan melihat
kalender. Tepat sekali. Hari ini hari sabtu. Dan beberapa jam lagi akan
bergentayangan dengan malam yang dinamakan malam minggu.
Oh no..kenapa aku gak respect ya? Apa
gara-gara frekuensi kelupaanku semakin meningkat? Atau karena terlalu lama menganggur
jadi gak peka sama hari. Because everyday is Sunday.
Hmm..Aku menghela nafas. Di benakku tersimpan beberapa imajinasi tak menarik
yang membuat aku semakin badmood. Oke. Jujur saja, sebenarnya aku tidak terlalu
overhate banget sama yang namanya malam
minggu. Karena bagiku everyday is sameday –setiap hari adalah hari yang sama- nothing special. Daaan sekarang, prinsip
hidupku itu berakhir ketika teman-teman reseku merekomendasikanku secara ilegal
menjadi miss-jomblo di setiap malam minggu gara-gara aku pernah kecoplosan bilang
kalau “aku gak bakalan malming sama yang
namanya cowok…”. Dan semenjak itu aku menjadi objek bullian temen grup
chatku saat moment-moment malam minggu. Padahal,
Cowok yang aku maksud adalah cowok yang belum halal bagiku. Inget! “Yang
belum halal”. Karena kecoplosanku yang belum sempurna terucapkan itu langsung
dipotong oleh teman-temanku yang rada-rada kurang waras, yah…jadi beginilah ending
storynya.
“Tuh kan! Belum lama dipikirin udah langsung
heboh handpone gue.” Batinku.
Ping!
A: Malam minggu nih. Ehm..ehmm..
C: Widiih malaam mingguu. Udah dapet jodoh
Ra?. Ups
P: Haha. Jangan gitulah guys. Kasian. Nanti
Jomblonya marah. Kan udah setia ama jomblo.
A: Hahaa!
Z: Issh, lo pada kelewatan ya. Kalau mau
satnight, jangan ganggu org. Gue caw dulu nih. Cowok gue udah nungguin.
W: Yaela bilang aja lo mau pamer. Gue juga
mau malming keles!
A: Gue nemenin Rara aja deh. Kasian.
P: Lo udah putus ama Franky belagu amat lo mau
nemenin Rara.
A : Cowok gue keluar kota cuy!
P : Lagian Rara udah ada yang nemenin kog.
A : Siapa?
P : Si Jomblo. Haha
A : Hahaha!
“Sabar..” batinku sambil mengusap dada. Kata-kata mutiara yang selalu aku dapatkan di setiap malam
minggu selalu berhasil membuat moodku lenyap. Aku pun membalas.
R: Sorry guys! Prinsip gue gak bakalan
berubah. Pergi sono malmingan!
P: Prinsip? Apaan Ra?
A: Prinsip Rara itu “Gak bakalan malming sama
yang namanya cowok..”
W: Wish. Gue salut ama lo Ra. Pertahankan ya
Ra!
C: Gue juga mau kaya lo Ra. Tapi belum
sanggup! Haha.
P: Lo mau kaya Rara Ci? Unbelieveble gue. Di
tinggal Zio Bentar aja lo nangis.
Z: Sialan lo! Makanya gue bilang belum
sanggup. Hahaha
P: Hahaha
Aku hanya
membuang nafas melihat tingkah mereka. Aku tekan tomblo off lalu ku masukkan handponeku ke dalam tas. Kubiarkan
kicauan merdu dan tulisan indah merajalela mewarnai tawa mereka di grupchat malam
ini. Namun, walau mereka rada-rada rese, sebenarnya mereka adalah teman yang baik.
Hanya saja jiwa -ketidakwarasan- mereka kambuh ketika malam yang bernama malam
minggu dan aku adalah obat yang paling mujarab dan ampuh untuk kesembuhan
mereka.
Dan sebenarnya
guys, jujur, -perkenalkan, gue Rara cewe 23 tahun yang baru sekitaran 8 bulanan ini ingin belajar menjadi muslimah yang baik seperti yang agamaku (islam) ajarkan padaku. Yah, pucuk manusia yang masih belajar ini dulunya juga seorang cewe yang rada-rada rese suka jadi leadernya tukang ngetawain temen-temen yang lain.
Dan mereka benar, saat ini aku memang benar-benar berprinsip demikian -gak bakalan malming sama yang
namanya cowok-. Semenjak kejadian
waktu menjelang persiapan wisuda, aku bertemu dengan seorang kakak cantik yang
memakai kerudung syar’i. Yang biasanya aku dengar dengan sebutsn "akhwat". Tak sengaja kita bertemu di
WRN’hijab store.
“Assalamu'alaikum. Mau beli jilbab
juga ya?” Sapanya lembut. Aku tertegun. Wajahnya yang cantik dengan gamis
menyelimuti seluruh tubuh hingga mata kaki membuat ia makin mempesona.
“Wa'alaykumussalam. Iya nih kak.
Tapi bingung mau pilih yang mana?” jawabku salting.
“Emang mau
dipakai buat acara apa dek?” ia tersenyum.
“Mau dipakai buat
wisuda kak. Cuma bingung, paduan yang menarik sama gaun bagusnya warna apa ya
kak? Aku pake gaun warna hijau toska.” Jawabku polos.Wajahnya yang teduh
membungkam mulutku yang sedari tadi ngoceh karena mumet mikirin jilbab yang tak
kunjung sesuai.
“Kalo kakak boleh
saran, bagusnya adek pake jilbab warna pink lembut.” Ia memilah-milah jilbab
dan mengambil jilbab yang ia minati. “Nah, yang ini cantik, dan elegan juga”.
Ia memakaikan jilbab tersebut ke kepalaku. Aku hanya membisu menerima ia
memakaikannya.
“Coba deh liat
dicermin.” Ia tersenyum tulus. Aku tersipu. Ku langkahkan kaki menuju cermin
besar yang berada ditoko tersebut.
“Waaah..”
Lirihku. “Cantik banget kak.” .Gila,
sekarang baru percaya. Ternyata gue manis juga loh? Aku memegang pipiku
yang tak disadari sudah merah merona.
“Alhamdulillah...”
jawab ia tersenyum.
Demi apa?
Senyumannya yang mempesona mengalihkan perhatianku. Aku tak tahan lagi untuk diam
dan tidak mengungkapkannya.
“Kak. Kakak kog
cantik banget sih.” Aku mengungkapnya tanpa ragu.
“Hm?”
“Ditambah lagi
kalau lagi senyum. Makin cantik.” Ungkapku juga tersenyum. “Cowok kakak pasti ganteng
banget?”
“Haha.” Ia
tertawa lepas. Dan lagi, ia semakin mempesona.
“Kog kakak
ketawa?” tanyaku heran.
“Enggak. Kakak
gak punya cowok dek.” Ia menggeleng dan mengusap punggungku lembut.
“Masa?” Aku tak
percaya. “Cewek secantik kaka gak punya pacar rugi dong kak?” ungkapku datar.
Ia hanya menunduk
dan tersenyum. Ada makna dibalik senyumannya.
“Kenapa kak?”
ungkapku penasaran.
“Kalo kakak punya
pacar, malahan kakak lebih rugi lagi dek.” Jawabnya dengan senyuman cantik yang
tak jenuh aku melihatnya.
“Kanapa rugi
kak?” tanyaku heran.
“Kalau kakak
berikan kecantikkan kakak ini pada laki-laki yang belum tentu jadi suami kakak.
Rugi dong dek. Udah si dianya asyik nikmatin, dosa kakak bertambah, kakaknya
juga rusak.” Ia menghela nafas dan lagi-lagi tersenyum.
“Waah, kakaak.
Kereen banget. Bener banget tuh kak!”. Mataku berkaca-kaca. Aku pun semakin
mengaguminya.
“Aku juga mau
kayak kakak. Tapi kak, Maaf. Masalahnya disini adalah kakak itu cantik. Putih.
Banyak yang ngantri sama kakak walapun kakak gak tertarik sama mereka. Jadi
mudah deh dapatin jodoh” Ungkapku jujur.
Ia kembali
mengusap punggungku dan tersenyum “Jangan jadi seperti kakak, sayang.”
“Hm?” Ungkapku bingung. Kenapa gak boleh?
Ia pun
melanjutkan ucapannya.
“Maksudnya,
jadilah diri sendiri. Kamu itu manis sayang. Siapa bilang gak ada yang suka
sama kamu? Ada kog.” jawab ia lembut.
“Siapa kak?” ungkapku
penasaran.
“Suamimu nanti.”
Ia tersenyum.
“Heh? Hmm..iya
yah. Hehe” aku tersipu.
“Sejak lahir
jodoh kamu udah dipilihkan untukmu kog sayang. Jadi gak usah khawatir. Jagalah diri dan berusahalah jadi yang terbaik. InshaAllah, jodohnya juga akan memberikan yang terbiak buat kamu.” Senyum
indahnya kembali terpancar.
Aku luluh, namun...
“Percaya sih kak.
Tapi gimana kita tau jodoh kita nanti kalo kita gak kenal mereka? Makanya kita
harus kenal mereka dulu. Hm, lewat pacaran misalnya?”
“Adek kakak yang
manis. Allah itu tau apa yang kita lakukan, sayang. Kakak mau jodoh yang baik,
Kata Allah, kakak harus baik dulu baru Allah kasih laki-laki yang baik. Ketika kakak
menjaga diri kakak dari semua laki-laki yang belum halal. Allah juga akan
memberikan laki-laki yang menjaga dirinya dari semua wanita yang belum halal
dan hatinya hanya untuk kakak seorang. Jatuh cinta itu fitrah, namun bagaimana cara mencintai itu pilihan kita sayang. Pacaran atau engganya, dia yang akan ditakdirkan untukmu bakal tetap akan jadi milikmu. disitulah letak ujian kepercayaan kita pada Allah. percaya ga kita kalo kita baik, Allah bakal kasih dia yang baik juga untuk kita.”
Aku tertegun. Tak
bisa lagi mengungkapkan kata-kata. Jawabannya yang lembut menusuk relung hatiku
yang paling dalam. Tak kusangka pertemuan singkat ini merubah meanest dan prinsip hidupku. Aku
tersenyum dan memeluknya.
“Kaka. Boleh
nanya satu hal lagi?” ungkapku malu.
“Boleh.” Ia
menatapku lembut.
“Laki-laki baik yang mencintai wanita itu
seperti apa?”
“Laki-laki yang
baik itu adalah laki-laki yang mencintaimu karena Allah. Ketika ia jatuh cinta
padamu, ia tidak menyentuhmu dengan kata-kata manisnya, tidak mempermainkan hatimu dengan gombalan mautnya, melainkan berusaha mendatangi
kedua orang tuamu dan meminta izin untuk menikahimu agar ia bisa mencintaimu seutuhnya.”
“So sweet
banget.”
Kami pun tersenyum.
----------
“Dek…”
“Woi, Dek!”
“Astaga…” Aku
terhenyak.
“Itu ngapain
berdiri di pintu senyum-senyum sendiri?” si abang mengguyarkan lamunanku.
“Jadi gak pergi
malmingnya?” Ia geleng-geleng kepala. “Apa karena efek gak pernah malam
mingguan ya, adek gue jadi begitu?” ungkapnya berbisik pada dirinya sendiri.
Dasar si abang rese.
“Abaang.
aku bukannya mau malam mingguan!.” Kesalku. “Kebetulan aja sekarang hari sabtu
dan aku lapar banget. Lagian, sekarang masih jam enam sore kog.” Aku merilik
jam pingky kesayanganku.
“Iyaaa. Mau jam enam atau
jam lima sore tetep aja yang namanya malam minggu ya hari ini dek.” Ia tertawa
lirih. Dan lagi-lagi aku dibuat badmood olehnya.
“Whatever
deh bang. Yang jelas aku lapar. Mau dinner. Bay!”
***
WRM’FOOD, 19.00 wib..
Setelah
memarkirkan mobil aku melirik spion dan membetulkan jilbabku yang kusut usai
shalat magrib di Mesjid Ar-rahmah. Setelah rapi aku langsung beranjak menuju
lantai dua Cafe WRM’Food demi memenuhi penguasa perut yang tak kuasa menunggu
kehadiran makanan. Aku menelusuri tangga hingga melewati tangga terakhir
dilantai dua. Di penghujung tangga langkahku terhenti. Aku melirik ke seluruh ruangan
mencari meja makan kosong. Namun, tak satupun aku temukan meja makan yang kosong.
Semua terisi penuh oleh pengunjung resto. Beberapa detik kemudian, ada perasaan
aneh yang menggeluti pikiranku. Hmm.. Apa
ya?
Astaga…
Tanpa
aku sadari, ternyata semua mata tertuju padaku. Bukan karena aku selebritis.
Tetapi semua orang yang berada diruangan tersebut tidak satupun yang datang
sendirian. Mereka datang bersama pasangannya masing-masing. Haduuhh. Beberapa dari mereka berbisik
memandangiku. Dan aku salah tingkah dibuatnya.
“Astaga Raraa..masa kamu lupa lagi kalau hari
ini malam minggu? Ya jelaslah café-café pada penuh.
Aku
segera mengambil handponeku dan berpura-pura mengecek sms yang jelas-jelas
tidak ada satupun pesan yang masuk. Akupun bergegas menuju lantai satu. Sesampainya
di lantai satu, aku menemukan meja kosong di sudut café yang mengarah ke taman
belakang. Aku segera beranjak dan menempati meja tersebut.
“Ya
Tuhaan,,baru kerasa kalo gue benar-benar jombloo…” ungkapku sambil mengusap
kepalaku.
“Ya
tuhan, saking saltingnya gue ngejomblo jadi basah keringat gini?!” Aku mengambil tisu dan mengelap keringatku.
Seketika, si setan berkunjung ke alam pikiranku. Namun, aku berusaha mengusirnya dan menggelengkan kepalaku.
Gak boleh!! Ingat, Ra. Tuhan lagi liatin kamu berjuang. Kamu harus menjaga diri baik-baik. Biar dapat jodoh yang baik.
“Oke,
Raa. Jangan berfikir yang bukan-bukan. Jom Makaan… perut lo udah pada demo.”
Aku menegakkan punggungku dan mengusap-usap kedua telapak tangan. Berusaha
mengusir bisikan-bisikan halus yang berkelahi dengan logikaku.
5 menit kemudian…
“Haaduuh..kenapa waiternya kagak muncul-muncul ya?.” Aku mulai memegang perutku yang sudah tak kuasa lagi merengek-rengek
padaku. “Apa terlalu sibuk melayani para
ex-jomblo di lantai dua?” ungkapku kesal.
Hadduuh, sensi banget yah gue hari ini. Sabar...
Tak
lama kemudian pelayan resto berjalan melewatiku. Haa…Pucuk dicinta makananpun tiba.
“Mba..”
aku mengacungkan tanganku. Namun si Mbaa tetap tak bergeming.
Eh, kog lewat doang.
“Mbaak!!” aku mengeraskan
volume suaraku.
“Iya, Mbaa..” ia berbalik. Dan bergegas menuju mejaku.
“Saya
mau pesan makanan.”
“Oh,
maaf Mbaa. Mau pesan apa?” Ia mengulurkan menunya.
“Hmm..Saya
mau pesaan…ChikhenGreat sama Vanila
Float ya Mbaa.” Aku mengembalikan
menu padanya.
“
Untuk berapa orang Mbaa?”
“Berapa
orang…?” Jawabku bingung. Emangnya gue
sama siap..? Aku melirik ke kanan dan kiriku.
“Ooh,
maaf Nona. Saya fikir Nona lagi menunggu seseorang…”
Duarh.
Aku terngangap.
“Maaf
Nona, makanannya segera disajikan Nona. Permisi.” Ia bergegas menuju dapur.
Aku
menghela nafas panjang. Aku mengusap-usap dadaku berusaha menahan agar nafasku
beraktifitas normal.
Ya Tuhaan..
Sabar Raa, Tuhan tahu kamu
lagi berjuang. Gak boleh emosi.
“Kalo
kaya gini mending gue bikin Kafe Jomblo aja sekalian. Biar yang jomblo kagak
kesepian.” Kesalku. Eh, tapi menarik juga
bikin kafe begituan.
“Bila yang tertulis olehNya, engkau yang
terpilih untukku…” Nada Handpone miniku berdering. Aku bergegas mengambil
tasku. kemudian ku lirik monitor hpku.
“Abang?” Aku langsung menekan tombol oke.
“Assalamu’alyakum,
Bang”
“Waalaykumussalam.”
“Ada
apa bang?”
“Mama sama Papa udah balik. Pulang gih.”
“Mama
udah Balik?” ungkapku sumringah.
“Iyaa. Buruaan. Ntar kena marah mama abang
gak tanggung jawab ya!.”
“Kog?
Kena marah?” tanyaku heran.
“Siapa suruh nyetir sendiri?”
“Astaga!
Aku bawa mobil sendiri ya?” tanyaku linglung.
“Makanya jangan marah-marah gak jelas trus
nyelonong pergi aja?! Pokoknya cepet pulang. Klik.”
“Abang..hallo.
Tut,tuut.” Panggilan terputus.
“Ya
Tuhaan. Lagi-lagi gue lupa kalo gue nggak boleh nyetir sendiri.” Aku buru-buru
mengemaskan tasku dan berjalan menuju kasir.
“Mba.
Makanan yang dipesan tadi di bungkus aja. “
***
Parkiran…
“Haduuh..gak
bisa keluar. Gimana dong!” Ucapku gelisah. Tidak ada jalan keluar. Parkiran
penuh. Aku berusaha mencari celah agar bisa keluar. Namun, tak satupun celah
yang aku temukan. Gimana nih? Aku
mencoba befikir.
“Aaah,
aku telpon mama aja.” aku segera mengambil handponeku.
“Neng...”
“Astagfirullah!”
Aku terkejut. Security tiba-tiba muncul dibalik kaca mobilku.
“Maaf
neng, kaget ya?” jawab ia datar.
“Pak.
Siapa yang gak kaget coba? Bapak muncul kayak jelangkung gitu.”
“Maaf
neng.”
“Gapapa
pak. Bisa tolong saya pak? Mobil saya gak bisa keluar nih ” Jawabku tanpa
mengacuhkan permintaan maafnya. Yang jelas saat ini aku butuh pertolongannya.
“Eneng
kesini sendirian?”
Shit!
“waah,
memang kenapa kalo sendirian? Gak boleh? Atau ini kafe dilarang jomblo? Harus
pake pasangan? Gitu?!” emosiku tak terkontrol lagi. Security yang tadinya
bermuka datar, langsung mengangkat alis.
“Waduh
neng. Kog jawabnya gitu amat? Saya kan cuma nanya neng” jawab ia polos.
Sepertinya security ini memang bertanya tulus. Ia terdiam.
Astagfirullahal’adzim. Saba Ra,,,security ini gak salah kog. Cuma kamunya aja yang sensi.
Ya Tuhaan, maafkan hambamu Tuhaan.
Ujiannya baru segini doang gue udah nyerah.
Aku
menarik nafas dalam dan membuangnya berlahan.
Keep istiqomah Ra, Allah tau kalau kamu
lagi berjuang. sabaar...
Aku melirik Om security yang hanya berdiam
diri memperhatikanku. Tak berkutik. Mungkin takut jika ia salah ngomong, aku bakalan
marah lagi.
“Maaf
ya om, akunya lagi sensi Om. Agak darah tinggi hari ini.” ungkapku berusaha
tersenyum.
“Waduh
neng, kalo gitu gak boleh lama-lama disini.”
“Iya
om, Tolongin keluarin mobil saya ya Om.” Aku memohon.
“Siap
neng.” Tanpa berfikir panjang si Om secur langsung mengambil alih.
***
Tuhan, mungkin ini adalah ujian
kelulusan.
Aku mengerti. Engkau ingin menguji
seberapa teguh pendirian ini,
menjaga diri dari seseorang yang belum berhak
aku miliki saat ini,
walaupun berat, aku akan bertahan dan
akan aku jaga diri ini Tuhan, sampai Engkau pertemukan aku dengan orang yang
tepat, diwaktu yang tepat, dan suasana yang tepat.
Karena aku percaya JanjiMu akan indah
pada waktunya.
***
08.00 wib..
Setelah
memakirkan mobil aku berjalan memasuki rumah. Tampak Accord silver dan HR-V sudah
terparkir di halaman rumah.
“Yes..mama
pulang.” Aku langsung melangkah menuju pintu yang terbuka lebar.
“Eits!.”
Aku menghentikan langkahku. “Gawat. Aku kan nyetir mobil sendiri. Gimana
ngomonginnya ke mama ya?” aku berfikir keras.
“Dek..”
“Astaga.”
Tiba-tiba si abang nongol di depan pintu.
“Kalau
ngagetin jangan setengah-setangah dong bang. Bikin emosi jiwa.”
“Lah?
Abangkan manggilnya bisik-bisik.”
“Karena
manggilnya bisik-bisik makanya emosi. Merinding nih bulu gue bang.” Aku
mengusap-usap lenganku.
“Hehe.
Yaudah lah. Masuk gih. Ditungguin mama sama papa tuh.” Ungkapnya berbisik
mendekati gendang telingaku.
“Gak
mesti berbisik juga kali bang.”
Abang
mengangguk dan tersenyum.
“Kenapa
senyum-senyum?” tanyaku sambil menunjuk muka sok gantengnya.
Ia
tertawa lirih.
“Udahlah.
Masuuk sana.” Ia menarik punggungku dengan telapak tangannya.
“Iya,
iyaa..” aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu.
Sesampai diruang tamu, tampak mama sedang
duduk dikursi mendampingi papa dan…siapa
itu?
“Assalamu’alaykum,
Ma, Pa.”
“Waalaykumussalam
sayang, anak mama udah pulang.” Jawab mama tersenyum dan beranjak menghampiriku.
Akupun mengecup punggung tangannya. Begitupun pada Papa. Disamping papa,
seorang lelaki muda dengan kemeja hitam berparas teduh duduk dengan tenang
tanpa melirikku.
Siapa dia? Kog ganteng...
Ups.
Jaga hatimu, Ra.. ingat belum mukhrm. Aku memalingkan wajah.
“Duduk
Ra.” Tanpa basa-basi papa menyuruhku duduk.
“Iya
pa.” Akupun menuruti.
“Ra,
kenalin ini anaknya teman papa. Namanya Hasan Alfatih. Hasan ini lulusan
Pascasarjana ITB, teknik industri. Sekarang ia bekerja diperusahaan yang sama
dengan Papa. Udah CEO loh dianya. Anaknya pintar, sholeh juga.”
Deg.
Hasan Alfatih?
“Papa
bilang ke Hasan kalo papa punya anak gadis yang tiga tahun lebih muda dari
hasan. Terus beberapa bulan kemudian Hasan nanyain kamu. Hasan bilang ada yang
mau diomongin sama kamu.” Ungkap papa menimpali. Papa menatap hasan dan
mengangguk. Ia pun membalas anggukkan Papa dengan sopan.
“Salam
kenal Rara. Saya Hasan...tujuan saya kesini adalah ingin melamarmu. Apakah Rara
bersedia?” ia berkata tanpa keraguan.
Hah?
Aku
terhenyak. Dan terdiam. Jantungku mengambil alih kendali. Deg deg.
Aku
pun tak sanggup menjawab pertanyaannya. Jantungku berdegup kencang. Parasnya
yang teduh dan menawan membungkam seluruh tubuhku, membiarkan jantungku bekerja
sendirian.
Apakah ini mimpi?
Atau inikah jawabanMu, Tuhan?
Aku
berusaha tenang, walapun wajahku tak bisa menyembunyikan kegugupannya. Ku tarik
nafas seteratur mungkin. Dan kuberanikan diri untuk bertanya padanya.
“H..mm..
Apakah hasan kenal Rara? Dan kenapa Hasan memilih Rara?” ungkapku gugup. Tak
berani ku pandang wajahnya.
Ia
tersenyum dengan tetap menundukkan pandangannya.
“Karena
Rara adalah jawaban dari doa istikharahku.”
“Dan
aku ingin mencintaimu seutuhnya.”
TAMAT
0 comments:
Post a Comment