Part 2 # Pertemuan yang tak bisa dimengerti
Aku tidak mengerti kenapa hari ini aku tidak bersemangat ke sekolah. Gantuk.
Rasanya tak ingin bangkit dari tempat tidur yang empuk dan nyaman ini. Aku pandangi
langit-langit kamar dengan mata yang masih sulit terbuka lebar.” Aaaaah, kenapa malas sekali” batinku.
Namun, mengingat pelajaran nanti siang dengan Pak Jarot guru kesenianku
yang tidak akan berhenti mengomel karena ketidakhadiranku, aku terpaksa mengeluarkan
sedikit adrenalinku untuk bangkit dari tempat tidur dan melirik jam beker mungil
pingky yang berada di meja sebelah ranjangku.
“Astaga, jam 7.00 ?!. aku telaat
lagii” argggh siaal.
***
Di gerbang
sekolah…
“Ooom,tolong sekali iniii aja Oom.” Sambil memohon dari balik gerbang
sekolah aku melihatkan ekspresiku bak pengemis yang sudah tiga hari tidak
makan. Namun, ekspresiku tidak mempan untuk membuat Pak kumis satpam sekolah
membukakan gerbangnya untukku.
“Neng Daraa..neng Daraa, Om juga pengen membukakan gerbang ini untuk
eneng, tapi eneng itu udah sering telaat. Nanti om yang kena marah sama kepala
sekolah.” Beliau yang sudah seperti paman bagiku juga tidak bisa berbuat
apa-apa kali ini.
“Adduh, oom. Janji deh. Cuma kali ini aja. Pliss oom. Mana pagi ini
belajar sama buk yeti lagi. Mati deh aku oom. Buk yeti kan killer.” Aku
merengek pada om kumis yang juga sudah capek melihat tingkahku.
“Adduh neng Daraa, makanya bangun pagi-pagi biar gak
telaat ke sekolah. Ini eneng kebiasaan susah bangun pagi makanya jadi kayak
gini. Sekolah Cuma sejengkal doang telat neeng neng.” Pak kumis menggeleng
geleng melihat sikapku yang keseringan telat ke sekolah. Benar juga kata pak
kumis. Memang salahku juga yang susah
banget bangun pagi. Tapi ini serius, mengubah kebiasaan itu memang sulit. Karena
keseringan sakit perut aku jadi terbiasa tidur pagi demi melayani sang raja
perut yang lagi sakit. Dan sepertinya kali ini om kumis memang tidak bisa
berbuat apa-apa untukku.
***
Di kelas…
Sudah tiga jam Ibu yeti menerangkan rumus logaritma yang entah kenapa
tidak bisa aku serap sama sekali. Rasanya otakku tidak bisa berkompromi untuk
hari ini. Ngantuk ini memang menyiksaku. Padahal tadi malam aku tidak
bertanggang sama sekali. Malahan aku tidur lebih cepat dari biasanya. Apa aku terkena diabetes? Ah, tidak tidaak. Aku
kan masih muda. Arrgh. Lebih baik berpura-pura
membaca saja,batinku.
“Dara, 2 log 2 sama dengan berapa?” Astaga, aku terhenyak, dan seketika
itu juga rasa kantukku kabur meninggalkanku. Ibu yeti yang tadi sibuk
menerangkan ternyata diam-diam memperhatikanku. Mampus, ibu yeti memang
benar-benar guru yang pintar dan cekatan. Aku fikir aktingku yang layaknya
seperti siswi yang sedang membaca buku ini sudah professional. Ternyata beliau
tetap melihatku sebagai seorang siswi yang berusaha menahan kantuk. Siip deh,
beliau benar-benar dikenal sebagai guru yang killer di kelas, disiplin, dan
tidak suka dengan ketidakteraturan. Namun, itulah yang membuat aku kagum dengan
beliau. Walaupun killer di kelas, namun diluar kelas beliau ceria dan suka
bercanda dengan siswa-siswinya.
“ Ah, ehm..sama dengaan. Ehm.. 2 log 2 sama dengan 1 bu.” Aku menahan
nafasku. Dan melirik kearah ibu yeti yang juga menatapku layaknya elang yang
ingin menerkam mangsanya. Seketika suasana di kelas menjadi hening. Oh my god.
“ Oke, 2 log 2 = 1. Dan Jika 3 log
5 = a maka 8 log 15 adalah….” Ibu yeti melanjutkan pelajarannya.
Huuhh, nafasku
kembali beraktivitas. Tubuhku yang tegang kini sudah bisa dilemaskan. Ibu yeti
benar-benar dukun yang bisa mengusir kantukku dengan sekejap. Ups, namun terima
kasih banyak bu. Untung saja, secara tidak sengaja buku yang menjadi objek
kepura-puraanku sebagai siswi yang sedang membaca ternyata membuka buku matematika yang tapat
pada materi logaritma. Jika tidak, mungkin sekarang aku sudah berada di tiang
bendera, menghormati para pahlawan yang berjuang menegakkan sang merah putih.
“Teeeeeet..teeeeeet” . Oke ini yang ku tunggu. Saatnya istirahat.
***
Di taman
sekolah…
Aku melahap makananku dengan cepat. Gara-gara keterlambatanku tadi pagi,
aku tak sempat mengisi perutku dengan sarapan. Aku membeli satu bungkus nasi
goreng dan tahu bakar kesukaanku. Di sampingku Dina juga tak kalah sibuk
menyantap makanannya. Mulutnya yang kumat kamit dan berminyak tak menghentikan
santapannya yang luar biasa itu. Namun, yang membuat aku bingung adalah tatapan
matanya sekaligus mulutnya yang berusaha menahan senyum setiap kali ia
menatapku.
“Ngapain senyum-senyum?” tanyaku heran.
“Enggak. Lagi pengen senyum aja” jawab dina sambil terus tersenyum dan
melahap makanannya.
“Udah mulut kayak anak SD, malah ditambah senyum-senyum sendiri kayak
orang gak enak badan, eeh..kayak orang gak waras maksudnya.”
“Haha..lucu ya kamu.” Jawab dina tertawa(yang jelas terpaksa), kemudian mengambil
tisu dan mengelap mulutnya yang berminyak.
“Jadi, udah ketemu sama Zakiya satu
Lagi?” Dina melanjutkan pertanyaannya. Dan firasatku benar, aku sudah menebak
pertanyaan itu.
“Udah. Setiap hari gue ketemu sama Zakiya, Din.”
“Serius lo?!”
“Iyaaa..kan gue Zakiya. Malahan setiap waktu gue ketemu diri gue
sendiri.”
“Jitak!!”
“Haduuhh..” Dina benar-benar menjitakku.
“Yaaah..diin parah lu. Ini kepala satu-satunya yang bisa bikin gue pinter.
Kalo retak gimana? Gue kaduin emak gue tau rasa lu..” aku mengusap-usap
kepalaku yang sakit. Namun, Dina tetap dengan ekspresi wajahnya yang datar.
“Itu akibat gue nanya serius lo jawab becanda” Tegas dina dengan ekspresi
wajah yang semakin lama matanya semakin sipit.
“Gak nyangka gue lu bisa serius ya din” aku berusaha mengembalikan
suasana normal yang tadi aku kacaukan. Namun, melihat dina masih memperlihatkan
ekspresi datarnya. Aku langsung membungkam mulutku.
“Hm..belum bos.”
“Emang gue bos lo!” Dina tertawa melihat ekspresiku.
“Sialan lu!”
“Kayaknya lo beneran anak pak jarot deh Ra, muka polos lu mirip banget.
haha” ungkap dina dengan ekspresinya yang tak kalah senang mengelabuhiku.
“Ya ya ya,,kayaknya lo seneng banget liat ekspresi polos gue.”
“Hahaha, peace sob. Jangan pura-pura gambek gitu dong.” Ungkap dina
merangkulku.“Jadi Sekarang aku serius ni Ra, kamu udah ketemu Bang Dzikry
belum?”
“Dan sekarang aku jawab serius nih Din.” Aku mengulangi jawabanku. “Belum.”
“Lho? Kog belum?. Bukannya kemarin udah…” Dina menghentikan pembicaraannya
dan seketika itu juga dina menatapku. Bukan, tepatnya menatap ke arah
punggungku.
Aku membalikkan badan.
“Bg Vicky…”
Ia berdiri tepat dibelakangku. Dengan senyuman khasnya, ia melirikku dan
Dina. Aku dan Dina tak menyadari bang Vicky tiba-tiba sudah berdiri di dekat
kami. Entah sejak kapan ia berada di sana. Yang jelas aku langsung menatap Dina.
“Sejak kapan Bang Vicky nongol di situ?”
bisikku.
Dina hanya mengangkat bahu.
“Hai, lagi santai ya?” bg Vicky menyapa.
Aku hanya tersenyum.
“Pas banget baru selesai makan bang. Yaaah, abang telaat datang sih”
Jawab Dina.
“Yaah, How pure I’am .” Ungkapnya
dengan senyuman.
Bang Vicky kemudian mendekati kami dan duduk disampingku. So, demi apa? Kenapa harus deket gue? Aku berpura-pura
memalingkan wajahku dan berusaha bersikap santai. Dari sudut mataku jelas
terlihat bahwa bang Vicky sedang menatapku. Dina yang menyadarinya langsung
menimpali.
“Ehmm..ehm, cieeh yang lagi deket ni ye? Pagar makan tanaman dong bang?” goda
Dina.
“Lah, kenapa pagar makan tanaman dek?” Bang Vicky juga tersenyum yang
berarti ia mengerti akan gurauan Dina.
“Haha…gapapa bang. Hmm, kayaknya mau ngomong serius ya bang. Aku tinggal
ya.” Ucap dina sambil berdiri dan melangkahkan kaki.
“Dek dina pengertian banget yah.” Canda bg Vicky.
Dina hanya tersenyum sambil mencibir dan berlalu meninggalkan aku dan bang
Vicky.
Dina…” teriakku.
Namun, ia tidak menghiraukanku.
Sial. Harapanku untuk menjauh dari bg Vicky sia-sia. Malah dina juga
pergi meninggalkanku. Hari ini sepertinya takdir tidak berpihak padaku. Aku
tidak tau harus berbuat apa. Yang jelas aku sangat ingat beberapa hari yang
lalu aku meninggalkan bang Vicky begitu saja. Apakah ia marah padaku? Atau
memang ada keperluan denganku?
Beberapa detik kemudian kami hanya terdiam. Bang Vicky yang terdiam juga
tak berani menatapku. Ada apa ini? Aku ingin bertanya namun aku tak berani untuk
memulai.
……..
“Ra..”
“Iya bang. Ada apa” aku berusaha bersikap normal.
“Aku kecewa sama kamu Ra.”
Duarh. Terasa di sambar petir di siang bolong. Ungkapan bang Vicky
membuat jantungku berhenti sejenak.
“Kecewa?” aku menatap bg Vicky dengan bingung.
“Waktu itu aku sama Dzikry
nungguin kamu Ra. Karena kamu ada jadwal tambahan jam 4.00, kami mutusin untuk nunggumkamu
di luar gerbang sekolah. Udah jam 6.20 tapi kamunya gak muncul juga.” ungkap
bang Vicky kecewa.
“Aku sama sekali gak tau bang. Serius, aku gak tahu” jawabku terus
terang.
“Bukannya kemarin kita udah janji mau ketemu?”
“Maaf bang. Aku fikir kemarin ketemuannya batal.” Jawabku dengan perasaan
bersalah.
Bang Vicky hanya terdiam.
“Sorry banget kemaren ninggalin abang gitu aja. Aku gak tau kalo abang
sama Dzikry nungguin aku sampai sore. Dan aku..”
“Gapapa kog Ra.” Bang Vicky memotong pembicaraanku. Lalu tersenyum.
Aku specchless.
“Tapi maaf ya Ra, Aku gak bisa lagi ngenailn Dzikry ke kamu.” bang Vicky menatapku.
Hatiku remuk. Bukan karena tak bisa lagi berkenalan dengan Dzikry, namun
karena rasa bersalah yang teramat pada bang Vicky yang rela nungguin aku
belajar tambahan hanya untuk mengenalkan aku pada sahabatnya. Aku menyesali
tindakanku yang selama ini selalu aku acuhkan. Oke ra, pelajaran yang harus kamu ambil adalah jika berjanji harus kamu
ingat dan tepati. Bukan seenaknya mengambil keputusan sendiri dan pergi
begitu saja tanpa merasa tidak ada yang kecewa dan tersakiti.
“Ra, kamu gak pa pa? ” ungkap bang Vicky.
“Gak papa kog bang. Aku yang seharusnya
minta maaf. Gak pernah bisa untuk ketemu sama dia. Maafin aku bang, udah
nyusahin bang Vicky” jawabku dengan perasaan menyesal.
“Never mind Ra” Bg Vicky mengangguk dan tersenyum menatapku.
Beberapa detik kemudian ia berpaling
menatap langit. Kamipun terdiam membisu dengan fikiran masing-masing. Mencoba
memaknai maksud dari pertemuan ini. Dan sepertinya fikiranku dan Bang Vicky
sama-sama setuju bahwa pertemuan ini sungguh tak bisa dimengerti.
“Bg Vicky, boleh nanya sesuatu gak?”
“Boleh, nanya aja”. Jawab bg Vicky santai.
“Kenapa bg Vicky baik banget mau ngenalin aku sama Dzikry?” Aku berusaha
terlihat tenang agar rasa kepoku yang terlalu dalam tidak terlalu tampak.
Aku menunggu jawaban bg Vicky yang ternyata ia jawab dengan senyuman. Dan
dibalik senyuman itu ada makna yang tersimpan.
Apa maksud seyuman itu?
“Hmm, pertanyaan yang satu ini mungkin jawabannya setelah kamu kenal dia Ra.”
Sekali lagi bang Vicky tersenyum dengan senyuman yang ambigu.
Bukannya raip, rasa penasaranku semakin memuncak. Namun, aku berusaha
menahannya. Tak ingin memperlihatkan rasa kepoku yang terlalu berlebihan. Aku
tidak melanjutkan pertanyaanku. Ku balas jawaban Bg Vicky dengan senyuman.
“Oke deh. Kalau gitu, aku ke kelas dulu ya ” jawabnya sambil berdiri dari
tempat duduknya.
“Oke bang.” Aku melambaikan tangan dan ia pun membalas lambaianku. Dengan
senyuman aku melepaskan bg Vicky yang berlalu meninggalkanku . Seketika bayangan
bang Vicky menghilang, seketika itu juga senyumanku terhenti.
Tuhan, sepertinya aku akan menjelma menjadi sosok yang bergentayangan.
***
07. 00 wib. Di kamar…
Malam ini bintang begitu indah.
Sambil menyantap sup buah yang berada di meja dekat jendela kamar, aku
menatap langit yang malam ini ditaburi bintang-bintang. Sungguh indah. Andaikan perasaanku seindah malam ini. Namun
kenyataan itu sungguh sulit. Kata-kata bg Vicky siang itu membuat hatiku tidak
bisa menikmati pemandangan malam ini. Ya sudah
lah. Aku juga tidak ingin berharap lebih. Memikirkannya hanya akan membuat
aku benar-benar menjadi sosok yang bergentayangan. Namun, ada yang mengganjal
fikiranku. Kalo dipikir-pikir. Kenapa
tidak aku saja yang diam-diam pergi ke kelasnya. Atau aku bisa bertanya langsung
kepada teman-teman bangg vikcy. Atau aku bisa saja bertemu langsung dengannya
tanpa harus dibantu bang Vicky. Hanya ketemu dan kenalan saja kenapa harus
rumit? Toh, sekolahku juga luasnya tidak sampai sepuluh hektar. Hanya saja
akunya yang bodoh, terlalu takut untuk mengenalkan diriku langsung padanya.
Tapi tak bisa dipungkiri, memang sebelumnya aku tidak pernah mengalami kejadian
yang seperti ini. Maksudnya, aku adalah tipikal cewek yang untuk masalah yang
beginian aku bego banget. Dulu waktu Junior high school, aku hampir ngacir ke
kolam berenang gara-gara teman cowokku yang bernama Rafa ingin mendekatiku.
Ketika ia memanggil namaku dan hendak berjumpa denganku spontan saja aku lari
terpontang panting dan hampir nyebur ke kolam berenang. Untung saja saat itu
Dina muncul dan memegang tanganku
sebelum aku terjun bebas ke dasar kolam. Aaah, Dina memang sahabat supermen.
“Dara, mari makan nak. Papa udah
nungguin kamu tuh” suara mama yang nongol di balik pintu mengguyarkan
lamunanku.
“Eh, mama. Oke ma.”
“ Malam-malam kog ngelamun sayang?” tanya mama memperhatikanku.
“Gak papa kog ma. Ituu ma, iri sama bintang yang akunya kalah cantik.” Ungkapku
tersenyum pada malaikat tanpa sayapku. Mamapun tersenyum.
“Kamu ada-ada aja. Ayuuk turun, papa udah nungguin.”
“Oke ma, aku abisin ini dulu. Nanggung ma.” Aku monyodorkan sup buahku pada
mama.
“Oke deh, mama tunggu kamu di ruang makan ya.” Mama beranjak dari kamarku
menuju ruang makan.
“Oke mama.” Jawabku sambil menikmati santapan sup buahku. Mmm, Sup
buah mama memang the best.
Setelah santapan sup buahku habis. Aku beranjak dari tempat dudukku dan
melangkahkan kaki menuju ruang makan.
“Aku jatuh cintaa, kepada dirinya…”
Di pintu kamar langkahku terhenti. Terdengar dering handphone berbunyi.
Menandakan sms masuk. Namun, aku tidak menemukan dimana sumber suara itu
berada. Aku membalikkan badan dan melangkahkan kaki menuju ranjang. Aku sibak
selimut yang ada dikasurku. Meraba-raba ranjangku berharap menemukan sumber
suara itu .
“Ayo dong handphone..kamu dimana?” pintaku. Sesaat setelah meraba-raba,
tepat dibawah bantal, tanganku bersentuhan dengan sebuah benda keras yang
menandakan bahwa benda tersebut tidak lain adalah handphoneku. Aku segera
mengambil Galaxy Ace 3 ku dan membuka pesan tersebut.
“Nomor tidak dikenal?” tanyaku bingung.
Aku tekan tombol oke. Pesan terbuka.
+62813747400
Emm..
Kenalin.
Aku Dzikry.
Temannya Vicky.
07.15 wib |
Demi
apa?. Jantungku nyaris copot. Melihat pesan dari Dzikry. Aku tidak percaya ini.
Apa benar ini dari Dzikry?. Tanganku bergetar, dan jantungku mulai mengeluarkan
ardenalinnya. Darimana dia tau nomorku?
bukannya dia tidak ingin menemuiku lagi. aku mencubit pipiku. Aaduuh. Aku tidak bermimpi. Sekali lagi
aku melihat pesan di handponeku. “Benar
ra, kamu nggak bermimpi.”
Sesaat kemudian, new message lagi.
+62813747400
Pulang sekolah besok.
Jangan lewat gang P.prikom..
disitu bahaya.
07.16 pm
|
“Hah?!”
Bersambung….
0 comments:
Post a Comment